KSBSI Tuntut Pemkab Nunukan Selesaikan Kasus PT NJL Tanpa HGU

NUNUKAN – Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan untuk tidak tinggal diam dalam menghadapi praktik perusahaan asing yang diduga telah beroperasi tanpa l

egalitas Hak Guna Usaha (HGU) selama bertahun-tahun.

Pengurus KSBSI Nunukan, Iswan, secara tegas menyebutkan PT NJL, sebuah perusahaan asing yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit, yang beroperasi di Kecamatan Sei Menggaris, menjadi sorotan utama. Iswan mengungkapkan bahwa sejak HGU perusahaan tersebut dicabut pada 2015, PT NJL tetap melanjutkan operasionalnya tanpa dasar hukum yang jelas.

“Sejak HGU-nya dicabut hampir sepuluh tahun lalu, PT NJL masih beroperasi seperti biasa. Ini sangat aneh. Jika dibiarkan, Pemkab Nunukan akan dianggap turut membiarkan konflik dan pelanggaran hukum berlanjut,” ujar Iswan kepada TribunKaltara.com pada Rabu (30/04/2025).

Keberadaan PT NJL tanpa HGU, menurut Iswan, telah menimbulkan konflik berkepanjangan dengan warga setempat. Banyak warga yang mengklaim bahwa lahan perusahaan tersebut sudah tidak sah, dan mereka mengambil hasil sawit dari lahan tersebut. Akibatnya, warga tersebut dilaporkan ke polisi oleh pihak perusahaan.

“Sudah banyak warga yang dilaporkan hanya karena mengambil sawit yang mereka anggap berada di lahan yang bukan milik perusahaan lagi. Jika Pemkab tetap diam, konflik ini tidak akan selesai,” tambah Iswan.

Iswan juga menyoroti kewajiban PT NJL untuk menyediakan plasma bagi masyarakat sekitar. Namun, menurutnya, perusahaan tersebut tidak pernah memenuhi kewajiban tersebut.

“Mana ada NJL memberi plasma kepada masyarakat? Perusahaan besar seperti ini seharusnya memberikan kontribusi lebih. Padahal Kementerian ATR/BPN sudah menegaskan bahwa perusahaan yang menanam di luar HGU atau tidak menyalurkan plasma akan dikenakan sanksi. Tapi kenapa di sini seolah perusahaan kebal hukum?” jelasnya.

Iswan juga mengungkapkan bahwa sempat ada kesepakatan mengenai penyerahan lahan di luar area perusahaan kepada masyarakat. Namun, dalam praktiknya, diduga terdapat oknum yang memanfaatkan hasil panen dari lahan tersebut, bukan masyarakat yang seharusnya.

“Kami lihat langsung di lapangan, ada yang memanen sawit dari lahan yang katanya milik warga. Tapi yang menikmati hasilnya siapa? Masyarakat atau oknum? Jika oknum, siapa yang melindungi mereka? Satu ton sawit saja bernilai besar, apalagi jika mencapai 10 ton per bulan. Ini harus diselidiki,” tegas Iswan.

KSBSI mendesak Pemkab Nunukan untuk segera mengambil tindakan tegas dan transparan dalam menangani masalah ini, demi mencegah konflik sosial yang lebih dalam dan menegakkan hukum serta keadilan di wilayah perbatasan.

“Perusahaan tidak bisa berlindung di balik kontribusinya kepada Pemkab Nunukan atau kesejahteraan karyawan. Tanggung jawab sosial (CSR) dan kesejahteraan karyawan memang kewajiban perusahaan, namun itu tidak menggugurkan kewajiban untuk mematuhi hukum,” tandas Iswan.[]

Redaksi12

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com