TANJUNG SELOR – Proses pemilihan Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kalimantan Utara kembali menjadi bahan perbincangan publik. Alih-alih menunjukkan transparansi dan meritokrasi, seleksi jabatan tertinggi ASN di Pemprov Kaltara justru memunculkan pertanyaan: apakah proses ini benar-benar mencari figur terbaik, atau hanya ritual formalitas untuk melegitimasi keputusan politik yang sudah disiapkan?
Panitia Seleksi (Pansel) telah mengumumkan tiga nama yang lolos dalam Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPT) Sekprov Kaltara. Mereka adalah Kepala BKAD Kaltara, Denny Harianto, Kepala BPPD Kaltara, Ferdy Manurun Tanduk Langi, dan Kepala Disdukcapil Kaltara, Sanusi. Ketiganya disebut memiliki rekam jejak panjang dalam birokrasi daerah.
Namun di tengah euforia pengumuman tersebut, muncul suara kritis dari Aliansi Masyarakat Adat Asli Kaltara (Amaku) yang mengingatkan agar proses seleksi tidak hanya menonjolkan syarat administratif dan teknis semata. Ketua Amaku Kaltara, Agustinus Amos, dengan tegas menyampaikan agar pemerintah tidak mengabaikan aspek moralitas dan kepekaan sosial dari calon pejabat yang akan menduduki jabatan strategis itu.
“Kami ingin Sekprov Kaltara nanti bukan hanya pejabat yang pintar dan berpengalaman, tapi juga sosok yang jujur, amanah, serta memahami karakter masyarakat Kaltara yang majemuk,” ujarnya, Minggu (05/10/2025).
Pernyataan itu sekaligus menjadi sindiran halus terhadap praktik lama yang kerap mewarnai proses seleksi pejabat tinggi di mana pertimbangan politik dan kedekatan personal sering kali mengalahkan profesionalitas.
Menurut Agustinus, Sekprov ideal adalah sosok yang mampu menjembatani pemerintah dengan rakyat, bukan sekadar pelengkap administrasi di belakang meja. “Kita butuh figur yang bisa bekerja sama dengan kepala daerah untuk menerjemahkan visi dan misi pembangunan, serta menjaga harmonisasi antar daerah dan suku,” tambahnya.
Ia mengakui tiga nama yang diumumkan merupakan putra daerah terbaik, namun menekankan bahwa kualitas moral dan integritas harus menjadi tolok ukur utama. “Integritas dan moralitas adalah kunci. Itu yang menentukan apakah birokrasi bisa dipercaya rakyat atau tidak,” tegasnya.
Sayangnya, publik Kaltara belum benar-benar melihat bagaimana transparansi proses seleksi berlangsung. Tidak sedikit yang menilai, proses seperti ini sering berakhir dengan keputusan yang sudah “diatur” dari awal, dengan alasan politis yang dibungkus istilah profesional.
Kini, tiga nama itu akan dikirim ke Kementerian Dalam Negeri untuk dipilih satu orang sebagai Sekprov definitif. Namun, pertanyaan masyarakat tetap menggantung: apakah Sekprov nanti akan menjadi pemersatu dan pelayan rakyat, atau sekadar pejabat titipan yang memperkuat barisan politik kekuasaan? []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan