KOTAWARINGIN TIMUR – Polemik agraria yang terjadi di Desa Bajarau, Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), antara PT Bumi Makmur Waskita (BMW) dengan sejumlah warga yang mengklaim kepemilikan lahan seluas 14 hektare, kembali mendapat sorotan serius dari Komisi I DPRD Kotim. Usai menggelar rapat koordinasi ketiga bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Tim Tata Ruang, Komisi I menyatakan bahwa penyelesaian melalui jalur hukum merupakan langkah paling bijak dalam menangani konflik ini.
Ketua Komisi I DPRD Kotim, Angga Aditya Nugraha, menyampaikan bahwa dalam rapat yang digelar pada Senin (19/05/2025), pihaknya bersama tim teknis telah memperoleh sejumlah kesimpulan penting. Salah satunya ialah pengakuan resmi mengenai adanya tumpang tindih kepemilikan lahan serta indikasi penyerobotan sebagian bidang tanah.
“Alhamdulillah, hari ini sudah rapat ketiga dan telah kami simpulkan bahwa memang terjadi tumpang tindih kepemilikan, dan bahkan ditemukan indikasi penyerobotan sebagian lahan. Ini sudah dijelaskan oleh tim BPN dan tata ruang secara objektif,” ujar Angga usai memimpin rapat dengar pendapat (RDP).
Diketahui bahwa PT BMW memperoleh lahan tersebut melalui pembelian dari Muer berdasarkan Surat Pernyataan Tanah (SPT) yang diterbitkan pada 2008. Di sisi lain, warga yang mengklaim kepemilikan seperti Abdul Hamid D Sutrisno, Syarif, dan Jhonpran, juga memegang dokumen legal berupa SPT dan bahkan Sertifikat Hak Milik (SHM), namun terdapat perbedaan signifikan dalam tahun penerbitan serta wilayah administrasi yang dicantumkan.
“Dari hasil analisis, ada perbedaan tahun terbit dan lokasi kepemilikan. Misalnya, SPT milik PT. BMW lebih tua dibanding milik Abdul Hamid D Sutrisno (2016) dan Jhonpran (2013). Bahkan, ada SPT yang diregister oleh pemerintah kelurahan lain, yang seharusnya kewenangannya sudah berpindah ke Desa Bajarau sejak 2003,” jelasnya.
Melihat kerumitan legalitas dokumen yang ada, Komisi I menyarankan agar semua pihak menempuh jalur hukum bila mediasi tak menghasilkan kesepakatan. Dalam kasus yang menyangkut SHM, PT BMW diarahkan agar menempuh mekanisme penggantian yang sesuai melalui lembaga appraisal yang diakui secara resmi.
“Semua pihak yang hadir tadi, setelah saya tanyakan satu per satu, menyatakan setuju dengan hasil rapat dan menerima kerangka berita acara. Ini menunjukkan bahwa semua pihak ingin menyelesaikan masalah dengan cara damai dan sesuai hukum,” tambah Angga.
Komisi I juga menyampaikan bahwa selama proses penyelesaian berlangsung, PT BMW diperbolehkan melanjutkan aktivitasnya. Namun demikian, seluruh pihak diminta menjaga situasi agar tetap kondusif dan tidak memicu konflik sosial yang lebih luas.
Langkah ini diharapkan menjadi titik awal penyelesaian agraria yang berkeadilan dan menghormati prinsip hukum, tanpa harus menimbulkan ketegangan berkepanjangan di tengah masyarakat. []
Redaksi11