SAMARINDA – Jimmy Koyongian, seorang warga Samarinda, melaporkan dugaan penguasaan ilegal atas properti miliknya yang dilakukan oleh sekelompok orang yang diduga preman sejak September 2024. Laporan tersebut, yang diajukan lebih dari enam bulan lalu, tidak mendapat tindak lanjut yang signifikan dari pihak berwenang. Namun, kejutan muncul ketika Koyongian justru ditetapkan sebagai tersangka hanya sehari setelah adanya laporan balik yang diajukan terhadap dirinya.
Kasus ini berawal pada 13 September 2024, saat seorang pria yang berinisial HG diduga bersama kelompoknya merusak gembok dan mengambil alih aset milik Koyongian yang terletak di Jalan Jakarta, Loa Bakung, Samarinda. Aksi tersebut diduga tidak hanya menguasai properti berupa bangunan, namun juga sejumlah kendaraan dan alat berat milik korban.
Kuasa hukum Koyongian, Laura, mengungkapkan bahwa selain merusak properti, kelompok tersebut diduga menguasai berbagai aset lainnya, termasuk enam truk traktor head Hino, 11 truk colt diesel, dan 39 gandengan trailer. “Semua aset ini milik klien kami, namun saat ini mereka sudah dikuasai oleh pihak lain,” jelas Laura dalam wawancara di Mapolresta Samarinda, sebagaimana dilansir dari Kompas, pada Selasa (25/03/2025).
Laura menambahkan bahwa Koyongian telah melaporkan dugaan penguasaan ilegal ini sejak September 2024, tetapi laporan tersebut hingga kini tidak menunjukkan perkembangan yang berarti. Sebaliknya, laporan balik yang diajukan oleh pihak yang diduga melakukan penguasaan, yaitu HG, langsung diproses dalam waktu singkat. Dalam waktu sehari, laporan tersebut sudah naik ke tahap penyidikan.
“Kami melihat adanya ketimpangan yang jelas dalam penanganan kasus ini. Laporan dari klien kami yang sudah berbulan-bulan tidak ada kejelasan, sementara laporan balik langsung diproses begitu cepat,” ujar Laura dengan nada kecewa.
Rekan kuasa hukum Koyongian, Agus Amri, juga menilai bahwa ada indikasi upaya kriminalisasi terhadap kliennya. “Kasus seperti ini sering terjadi dalam konflik kepemilikan, di mana pihak yang sebenarnya dirugikan justru dijadikan tersangka. Ini bisa jadi upaya untuk membangun narasi yang menguntungkan pihak lawan,” katanya.
Selain dugaan penguasaan properti, HG juga diduga terlibat dalam penggelapan dana senilai Rp 95 juta. Uang tersebut, menurut laporan yang disertakan dalam proses hukum, diduga ditransfer ke rekening pribadi HG. Bukti transaksi tersebut sudah dilampirkan dalam laporan, namun hingga kini tidak ada tindakan hukum yang diambil terhadap HG.
Tim kuasa hukum Koyongian mendesak pihak kepolisian untuk segera memproses laporan tersebut dengan serius dan menetapkan HG serta dua rekannya sebagai tersangka. “Kami akan membawa kasus ini ke Polda Kaltim dan lembaga pengawas nasional jika dalam waktu dekat tidak ada perkembangan lebih lanjut,” ujar Laura dengan tegas.
Sementara itu, Kasatreskrim Polresta Samarinda, yang saat ini sedang berada di Balikpapan, belum memberikan tanggapan resmi terkait kasus ini. Kapolresta Samarinda, Kombes Hendri Umar, saat dihubungi mengatakan bahwa pihak kepolisian akan menangani kasus ini sesuai dengan prosedur yang berlaku. “Kami akan mengecek kembali perkara ini, memanggil saksi-saksi, dan menilai bukti yang ada,” ujarnya.
Kasus ini menyoroti ketidakjelasan dalam penanganan laporan penguasaan ilegal serta dugaan kriminalisasi terhadap korban, yang semakin memunculkan pertanyaan mengenai transparansi dan profesionalisme dalam penegakan hukum di Samarinda. []
Redaksi03