Laut Hitam Jadi Fokus Baru Diplomasi dan Keamanan Uni Eropa

BERLIN – Komisi Eropa mengumumkan rencana untuk meningkatkan pengaruh Uni Eropa di wilayah Laut Hitam yang memiliki posisi strategis penting. Motif utama dari langkah ini adalah untuk melawan pengaruh Rusia dengan mempererat kerja sama bersama negara-negara di kawasan, yaitu Ukraina, Moldova, Georgia, Turki, Azerbaijan, dan Armenia.

“Berlatar belakang Rusia yang melanggar wilayah udara, menyerang pelabuhan dan rute pengiriman barang, yang menjadi fokus utama dari gugus tugas ini adalah meningkatkan keamanan di wilayah tersebut,” ujar Kepala Urusan Luar Negeri UE, Kaja Kallas, kepada wartawan di Brussels pada Rabu (28/05), saat menjelaskan strategi baru yang tengah disusun.

Wilayah Laut Hitam berbatasan langsung dengan tujuh negara, dengan garis pantainya membentang di dua negara anggota Uni Eropa, Bulgaria dan Rumania. Selain itu, beberapa negara kandidat aksesi UE, seperti Georgia, Turki, dan Ukraina, juga memiliki garis pantai di sana, termasuk Moldova yang memiliki akses melalui Sungai Danube. Rusia turut menjadi salah satu negara yang berbatasan dengan perairan ini.

Sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada 2022, Laut Hitam telah menjadi medan pertempuran sekaligus lokasi blokade Rusia terhadap ekspor biji-bijian Ukraina yang krusial bagi ketahanan pangan global. Kekhawatiran Uni Eropa juga meningkat akibat ancaman serangan Rusia terhadap infrastruktur bawah laut, termasuk kabel laut yang penting untuk akses internet dan komunikasi. Kallas menyoroti kekhawatiran atas pengiriman yang disebut “armada bayangan” yang membantu Rusia menghindari sanksi UE terkait ekspor minyak.

Secara umum, rencana UE mencakup pengembangan kerja sama di bidang perdagangan, energi, dan transportasi. Salah satu langkah paling konkret adalah pembentukan “pusat keamanan maritim” yang bertujuan meningkatkan kesadaran situasional serta berbagi informasi di Laut Hitam. Pusat ini akan memanfaatkan pemantauan waktu nyata dari luar angkasa hingga dasar laut, serta mengembangkan sistem peringatan dini terhadap potensi ancaman dan aktivitas jahat, sebagaimana tercantum dalam dokumen strategi UE.

Kallas menambahkan, keberadaan pusat tersebut juga dapat membantu pemantauan kemungkinan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina di masa depan. Selain itu, pembangunan infrastruktur transportasi regional diharapkan mendukung mobilitas militer agar pasukan dan peralatan dapat dikerahkan tepat waktu dan sesuai kebutuhan. Namun, lokasi pusat keamanan maritim dan negara-negara yang akan terlibat belum ditentukan, begitu pula dengan sumber daya keuangan yang dialokasikan untuk proyek ini.

Respons negara-negara di kawasan Laut Hitam terhadap inisiatif UE beragam. Ukraina dan Moldova tengah aktif berupaya bergabung dengan Uni Eropa, sementara Georgia dan Turki juga berstatus negara kandidat, meski proses aksesi mereka sedang dibekukan. Armenia semakin mendekatkan diri pada UE, sedangkan Azerbaijan memiliki hubungan yang kompleks dengan Rusia dan Uni Eropa.

Turki, sebagai mitra dekat UE dan anggota NATO, juga merupakan kekuatan regional yang memiliki kepentingan tersendiri. Stefan Meister, kepala Pusat Ketertiban dan Pemerintahan di Eropa Timur, Rusia, dan Asia Tengah di Dewan Hubungan Luar Negeri Jerman (DGAP), menyatakan, “Seperti Rusia, Turki juga berkepentingan untuk menjauhkan AS dan negara-negara NATO lainnya dari wilayah Laut Hitam.” Ankara berupaya menyeimbangkan kewajibannya kepada NATO tanpa memprovokasi Moskow. Meister menambahkan, “Ankara memahami Rusia sebagai ancaman keamanan, mendukung Ukraina dalam perang dan tidak setuju dengan aneksasi Rusia atas Krimea. Namun, negara itu juga diuntungkan oleh sanksi Barat, masih membeli sumber daya Rusia, dan diuntungkan oleh perdagangan dengan Ukraina.”

Perhatian Uni Eropa terhadap Laut Hitam telah mengalami perubahan sejak Bulgaria dan Rumania bergabung dengan blok tersebut pada 2007. Wilayah ini secara tradisional didominasi oleh Rusia dan Turki, tetapi kini banyak aktor lain juga menunjukkan minat besar, termasuk Cina. Pada tahun lalu, pemerintah Georgia memberikan kontrak pembangunan pelabuhan laut dalam di Anaklia kepada konglomerat asal Cina yang sebagian terkena sanksi AS.

Tinatin Akhvlediani, peneliti kebijakan luar negeri di Pusat Studi Kebijakan Eropa di Brussels, menuturkan, “Sepuluh tahun lalu, keterlibatan UE kurang strategis, dan jejak Cina masih lebih kecil kala itu. Saat ini, kegagalan untuk memperdalam hubungan di sini akan menimbulkan kerugian nyata bagi keamanan dan bobot ekonomi Eropa.”

Stefan Meister juga menggarisbawahi pentingnya Laut Hitam sebagai pusat keamanan Eropa dan penghubung dengan kawasan Kaukasus Selatan, Laut Kaspia, Asia Tengah, dan Timur Tengah. Ia mengapresiasi upaya UE yang ingin mengambil peran lebih aktif melalui pusat pemantauan tersebut, namun menyoroti masih banyak hal yang belum jelas, terutama soal pendanaan dan keterlibatan negara.

Pada Rabu (28/05), Komisi Eropa menyatakan bahwa langkah berikutnya adalah mengumpulkan para menteri dari negara-negara anggota Uni Eropa dan negara-negara di kawasan Laut Hitam untuk membahas implementasi gagasan tersebut. []

Redaksi11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X