Lonjakan Gigitan Hewan Ancam Warga Sanggau, Rabies Mengintai

SANGGAU – Lonjakan kasus rabies di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, menjadi perhatian serius menyusul laporan tingginya angka gigitan hewan penular rabies (GHPR) sejak awal tahun. Hingga Mei 2025, Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Kabupaten Sanggau mencatat sebanyak 861 kasus GHPR dengan empat korban meninggal dunia.

Kondisi ini diperparah dengan minimnya vaksinasi terhadap hewan penular rabies (HPR) yang terdiri dari anjing, kucing, dan kera. Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Disbunnak Kabupaten Sanggau, Ambius Anton, mengungkapkan bahwa jumlah vaksin yang tersedia di tahun ini hanya sebanyak 2.100 dosis, seluruhnya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sanggau.

“Jadi ini kita hanya mampu menyediakan 2.100 dosis vaksin untuk 2.100 ekor HPR yang bersumber dari APBD Kabupaten Sanggau. Itu saja yang mampu kita,” ujar Anton, Senin (19/5/2025).

Rendahnya cakupan vaksinasi ini menjadi penyebab belum optimalnya pengendalian rabies di wilayah tersebut. Berdasarkan data Disbunnak tahun 2024, populasi HPR di 15 kecamatan mencapai 53.488 ekor. Namun, vaksinasi tahun lalu hanya dilakukan terhadap 5.500 ekor. Padahal, menurut Anton, minimal 70 persen dari populasi HPR harus divaksin untuk menciptakan kekebalan kelompok.

“Kalau kita mau secara proporsi memang dengan populasi HPR 53 ribu lebih ini, 70 persen dari populasi harus divaksin sebenarnya,” ungkapnya.

Melihat tren peningkatan GHPR yang signifikan setiap bulan, Disbunnak Sanggau mulai menyusun langkah strategis untuk memperkuat pengendalian dan pemberantasan rabies. Salah satu upaya yang dirancang dalam waktu dekat adalah mendorong penetapan status kejadian luar biasa (KLB) rabies di daerah tersebut.

“Ini yang kita mau diskusikan dengan teman-teman dari Dinkes,” katanya.

Anton menjelaskan bahwa penetapan status KLB memerlukan data valid dari lapangan mengenai kasus gigitan terhadap manusia. Jika data tersebut terkumpul, pihaknya akan segera mengusulkan status KLB kepada pemerintah daerah.

“Kalau sudah ada bukti-bukti pendukung barulah kita kumpulkan, baru kita usulkan KLB rabies ke pemerintahan,” jelasnya.

Dengan ditetapkannya status KLB, pemerintah daerah dapat mengakses dana belanja tidak terduga (BTT) guna mempercepat dan memperluas upaya penanganan rabies secara menyeluruh.

“Kalau kita sudah tetapkan KLB, kita bisa menggunakan dana BTT untuk pengendaliannya,” pungkas Anton. []

Redaksi11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X