JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat peningkatan drastis dalam jumlah permohonan perlindungan selama tahun 2024. Total sebanyak 10.217 permohonan diterima sepanjang tahun tersebut, naik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 7.600.
Data ini menjadi indikator meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hak perlindungan hukum serta kompleksitas tindak pidana yang makin tinggi. Wakil Ketua LPSK, Antonius P.S. Wibowo, mengungkapkan bahwa tren kenaikan ini menunjukkan kepercayaan publik yang semakin besar terhadap keberadaan dan peran LPSK.
“Saat ini kita baru bisa menyampaikan jumlah permohonan saksi dan korban 2024 yang mengalami peningkatan cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya,” kata Antonius saat menghadiri agenda resmi di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung, Sabtu (12/07/2025).
Permohonan perlindungan datang dari beragam latar belakang. Sebagian besar diajukan oleh kuasa hukum yang menjadi pihak terdekat dalam mendampingi saksi maupun korban tindak pidana. Selain itu, permohonan juga diterima dari pihak korban sendiri, keluarga korban, aparat kepolisian, serta berbagai instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah. “Permohonan yang paling banyak berasal dari kuasa hukum, karena mereka orang-orang terdekat dari saksi maupun korban tindak pidana yang semakin kompleks ini,” ujar Antonius.
Ia menambahkan bahwa keterlibatan instansi pemerintah sebagai pihak pemohon juga cukup signifikan. “Permohonan dari instansi pemerintah ini cukup banyak, baik dari instansi pemerintah pusat maupun daerah,” tambahnya.
LPSK, lanjut Antonius, terus memperkuat koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memperluas jangkauan layanan perlindungan, termasuk dengan organisasi non-pemerintah dan jaringan masyarakat sipil. “LPSK sebagai lembaga yang diberikan mandat oleh pemerintah dalam pemberian perlindungan kepada saksi dan korban yang implementasinya tidak terlepas dari dukungan seluruh stakeholder, baik di pusat maupun daerah,” tegasnya.
Selama tahun 2024, LPSK juga memberikan perhatian khusus pada korban Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sebanyak 6.035 korban TPPU difasilitasi untuk mendapatkan ganti kerugian, meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya yang hanya 2.774 korban.
“Korban TPPU ini cukup banyak sehingga perlu menjadi perhatian bersama, khususnya masyarakat agar lebih berhati-hati dalam berinvestasi dan lainnya,” ujar Antonius. Ia menyebut bahwa modus yang digunakan dalam kasus-kasus ini beragam, termasuk investasi bodong, penipuan koperasi, hingga kejahatan perbankan.
Selain itu, LPSK juga menyalurkan kompensasi kepada 103 korban tindak pidana terorisme selama 2024, meskipun jumlah tersebut menurun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 175 korban. Penurunan ini dipandang sebagai sinyal positif atas menurunnya jumlah korban baru, meskipun upaya pemulihan masih terus dibutuhkan.
Langkah konkret lainnya ditandai dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2025 sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 24 yang mengatur tentang Restitusi untuk Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Antonius menjelaskan bahwa aturan ini menjadi tonggak penting dalam pemenuhan hak korban. “Jika pelaku kekerasan seksual tidak bisa membayar kompensasi restitusi ini, maka kekurangan pembayarannya akan difasilitasi melalui kompensasi yang dananya diambil dari dana bantuan korban tindak pidana kekerasan seksual ini,” jelasnya.
Aturan ini diharapkan memberikan perlindungan nyata dan akses pemulihan yang lebih adil bagi korban kejahatan seksual, terutama mereka yang selama ini tidak mendapatkan keadilan karena keterbatasan finansial pelaku. Peningkatan jumlah permohonan perlindungan menjadi cerminan nyata bahwa sistem peradilan pidana di Indonesia kini dihadapkan pada tantangan baru. Kompleksitas kejahatan yang semakin canggih dan beragam menuntut adanya mekanisme perlindungan yang adaptif, transparan, dan responsif.
LPSK sebagai lembaga negara independen diharapkan terus memperluas jangkauan layanan, meningkatkan literasi hukum masyarakat, serta memperkuat sinergi lintas lembaga. Perlindungan terhadap saksi dan korban bukan hanya soal hukum, melainkan juga tentang pemulihan kepercayaan dan keadilan sosial. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan