MA Perberat Hukuman Eks Dirut Pertamina dalam Kasus Korupsi LNG

JAKARTA –  Mahkamah Agung (MA) menguatkan putusan pemberatan hukuman terhadap Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan, mantan Direktur Utama Pertamina, dalam kasus korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG). Melalui putusan kasasi, vonis penjara Karen naik dari 9 tahun menjadi 13 tahun. Sementara itu, vonis terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam perkara terpisah dinyatakan tetap.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (24/06/2024), Majelis Hakim pimpinan Maryono menyatakan Karen terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP. Kerugian negara ditaksir mencapai USD 113,8 juta akibat pembelian LNG dari Corpus Christi Liquefaction LLC (AS) yang dinilai menyimpang dari prosedur. Namun, kewajiban restitusi dibebankan kepada perusahaan tersebut, bukan Karen.

“Corpus Christi sebagai pihak yang ditunjuk langsung tidak berhak memperoleh keuntungan dari pengadaan yang cacat prosedur. Karena itu, kerugian negara sebesar USD 113.839.186,60 menjadi tanggung jawab korporasi tersebut,” tegas hakim dalam pertimbangan putusan.

Setelah vonis Pengadilan Tipikor, Karen dan KPK sama-sama mengajukan banding. Pada 30 Agustus 2024, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta hanya merevisi aspek barang bukti, sementara hukuman penjara dan denda tetap. Tidak puas, Karen kembali mengajukan kasasi ke MA.

Dalam putusan tertanggal 28 Februari 2025, Majelis Kasasi MA yang terdiri dari Dwiarso Budi Santiarto (ketua), Sinintha Yuliansih Sibarani, dan Achmad Setyo Pujiharsoyo meningkatkan kualifikasi tindak pidana Karen ke Pasal 3 UU Tipikor. Selain penjara 13 tahun, denda dinaikkan menjadi Rp650 juta subsider 6 bulan kurungan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut putusan ini sebagai momentum penegakan efek jera.

“Kami berharap vonis ini memicu upaya pencegahan korupsi sistemik di sektor strategis,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, Minggu (02/03/2025).

Analisis Hukum dan Dampak Putusan

Kasus ini menyoroti praktik korupsi dalam pengadaan LNG yang melibatkan korporasi multinasional. Meski Karen sebagai pemegang kebijakan di Pertamina divonis, MA menegaskan tanggung jawab restitusi berada di tingkat korporasi. Langkah ini dinilai progresif karena mengacu pada prinsip corporate liability dalam pemberantasan korupsi transnasional.

Di sisi lain, pembebanan ganti rugi ke Corpus Christi memunculkan tantangan eksekusi mengingat perusahaan tersebut berdomisili di luar yurisdiksi Indonesia. Para ahli hukum menyoroti pentingnya kerja sama internasional untuk memastikan pemulihan kerugian negara.

Putusan ini juga menjadi preseden bagi penegakan hukum terhadap pelaku korupsi di BUMN, khususnya sektor energi yang rawan penyimpangan anggaran. KPK diharapkan memperkuat pengawasan red flag dalam kontrak berisiko tinggi untuk mencegah pengulangan kasus serupa. []

Penulis: Muhammad Yusuf | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com