Mahasiswa Soroti Dugaan Korupsi Proyek Halte Sungai di Sambas

SAMBAS – Dugaan korupsi dalam proyek pembangunan halte sungai di Desa Perigi Limus, Kecamatan Sejangkung, menuai sorotan tajam dari kalangan mahasiswa. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas menyatakan keprihatinan mendalam atas mandeknya proyek yang telah dilelang sejak 2022 tersebut. Hingga pertengahan tahun 2025, pembangunan yang seharusnya sudah bisa dimanfaatkan masyarakat itu belum menunjukkan hasil yang memadai.

Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum, Luffi Ariadi, mengungkapkan bahwa proyek tersebut diduga kuat dikerjakan tanpa memperhatikan kualitas. Ia menilai lambannya progres pekerjaan dan buruknya hasil pembangunan merupakan indikasi adanya penyimpangan anggaran.

“Jika dana dicairkan tapi hasilnya tidak layak, apa yang akan dibuat? Ini bukan kelalaian, ini adalah bentuk pembiaran struktural terhadap korupsi,” tegas Luffi.

Menurut Luffi, dugaan pelanggaran tersebut mengarah pada pelanggaran terhadap asas transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap spesifikasi kontrak, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Ia menyebut, keberadaan halte sungai yang seharusnya mendukung akses transportasi dan pariwisata lokal seperti Gunung Senujuh, justru berubah menjadi simbol lemahnya pengawasan anggaran publik.

Atas dasar itu, pihaknya mendesak Bupati Sambas dan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XIV Kalimantan Barat untuk memberikan penjelasan terbuka kepada masyarakat. Tak hanya itu, ia juga meminta Kejaksaan Negeri Sambas segera melakukan penyelidikan terhadap proyek yang dinilai merugikan kepentingan publik.

Mahasiswa juga mendesak agar pihak pelaksana proyek yang terbukti lalai atau melanggar kontrak di-blacklist dari semua proyek pemerintah mendatang.

“Pemerintah jangan bersembunyi di balik birokrasi. Ketika rakyat dirugikan, maka diam adalah bentuk keterlibatan,” ujar Luffi.

Sebagai bentuk sikap kritis, Luffi dan rekan-rekannya mendorong dibentuknya Tim Audit Independen yang melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat, serta kalangan akademisi untuk mengaudit proyek tersebut secara menyeluruh. Mereka juga menuntut agar seluruh proyek yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dapat ditampilkan secara digital dalam platform publik.

“Hari ini kami bicara sebagai mahasiswa hukum. Tapi besok, jika tak ditindak, kami akan turun sebagai suara keadilan di jalanan,” ancamnya.

“Ini bukan sekadar advokasi moral, tapi komitmen konstitusional sebagai bagian dari penegak hukum masa depan. Kami tidak anti pembangunan, tapi anti manipulasi,” tutup Luffi.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com