BANJARMASIN – Jumat Kelabu yang terjadi pada 23 Mei 1997 merupakan tragedi yang meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Kota Banjarmasin. Kerusuhan yang pecah kala itu menyebabkan kerusakan parah pada berbagai fasilitas umum di pusat kota, dan ratusan jiwa menjadi korban dalam peristiwa kelam tersebut. Peristiwa tersebut hingga kini masih membekas dalam ingatan kolektif warga sebagai bagian sejarah kelam yang tak terlupakan.
Dalam rangka memperingati dan mengingat kembali tragedi tersebut, Sanggar Titian Barantai (STB) Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Banjarmasin menggelar pertunjukan teatrikal di simpang Jalan Pangeran Samudera dan Jalan Pasar Baru pada Jumat (23/5/2025). Pertunjukan ini menjadi bentuk refleksi dan pengingat akan pentingnya menjaga kedamaian serta mencegah terulangnya peristiwa serupa.
Ketua Umum STB Uniska Banjarmasin, Syarifah Rofifah, menyampaikan bahwa aksi teatrikal ini merupakan upaya simbolik untuk menolak lupa atas tragedi Jumat Kelabu. Ia menegaskan bahwa maksud dari pertunjukan ini bukan untuk membuka luka lama, melainkan agar masyarakat tetap mengingat bahwa Kota Banjarmasin pernah mengalami masa kelam yang tidak boleh dilupakan.
“Menolak lupa bukan berarti kami ingin membuka luka lama, tetapi agar masyarakat Kota Banjarmasin mengingat bahwa pernah terjadi tragedi kelam Jumat Kelabu itu,” ujarnya, Jumat (23/5/2025).
Syarifah juga mengungkapkan harapannya agar kejadian serupa tidak kembali terjadi. Menurutnya, ingatan kolektif terhadap tragedi tersebut seharusnya mendorong masyarakat untuk menjaga kedamaian dan saling melindungi satu sama lain.
“Kita hanya ingin tragedi itu tidak pernah lagi terjadi, karena kita ingin masyarakat bisa menjaga kota ini dan tidak lagi terjadi kejadian serupa,” tambahnya.
Pertunjukan teatrikal yang dilangsungkan di tengah lalu lintas kota bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan ekspresi nyata dari kesedihan dan harapan. Melalui laku tubuh dan naskah yang dibawakan oleh para seniman muda, mereka menyampaikan pesan moral agar generasi saat ini dan mendatang selalu mengingat pentingnya perdamaian sebagai nafas kehidupan di Kota Seribu Sungai.
Tragedi Jumat Kelabu bukan hanya sekadar baris dalam buku sejarah, melainkan bagian dari luka sosial yang masih terasa dampaknya. Dalam diam para penonton, dalam lantunan gerakan teatrikal, terpatri satu pesan utama: jangan biarkan sejarah menulis luka yang sama.
“Karena dari puing-puing kenangan kelam itu, semestinya kita belajar untuk menjaga satu sama lain sebelum sejarah kembali menulis luka yang sama,” pungkas Syarifah. []
Redaksi11