SAMARINDA – Pengamanan ketat di lingkungan kampus Universitas Mulawarman (Unmul) berhasil menggagalkan rencana penggunaan bom molotov yang diduga akan dipakai dalam aksi unjuk rasa di Samarinda. Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Samarinda menangkap empat mahasiswa di Kampus FKIP, Jalan Banggeris, Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Sungai Kunjang, pada Minggu (31/08/2025) lalu sekitar pukul 23.45 Wita.
Empat mahasiswa yang diamankan yakni Muhammad Zul Fiqri alias Fikri (19), Marianus Hamdani alias Rian (21), Miftah Aufath Gudzamir Aisyah alias Aisyar (20), dan Achmad Ridhwan alias Ridwan (21). Polisi menyita 27 botol kaca bom molotov siap pakai, dua petasan, gunting besar dan kecil, kain perca, serta atribut bertuliskan Partai Komunis Indonesia (PKI) dari tangan para tersangka.
Menurut Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar, bom molotov itu dipersiapkan untuk aksi di depan Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Timur pada Senin (01/09/2025). Para pelaku memiliki peran berbeda, mulai dari merakit, memindahkan bahan, hingga menyembunyikan bahan peledak. Pihak kepolisian saat ini masih memburu pihak lain yang diduga sebagai penyedia bahan baku.
“Kami tidak akan memberikan ruang bagi pihak-pihak yang mencoba memprovokasi atau menciptakan kekacauan. Aparat akan hadir untuk memastikan aspirasi masyarakat bisa tersampaikan secara damai, tanpa mengorbankan keamanan publik,” ujar Hendri. Ia menegaskan, pengungkapan kasus ini menjadi peringatan agar mahasiswa maupun elemen masyarakat tidak mudah terprovokasi. “Menyampaikan pendapat adalah hak yang dijamin undang-undang, tetapi jika sudah menggunakan cara-cara anarkis apalagi dengan bahan peledak, maka itu adalah tindak pidana serius,” tegasnya.
Wakil Rektor III Unmul, Mohammad Bahzar, memberikan klarifikasi terkait temuan bom molotov dan atribut bergambar PKI. Ia menjelaskan pihak kampus telah melakukan mitigasi bersama pimpinan fakultas dan organisasi mahasiswa untuk memastikan aksi tetap damai. “Itu di luar jangkauan kami. Tapi kami sudah mitigasi. Sudah pertemuan tiga kali dengan WD III se-universitas, rapat dengan dekan dan BEM KM, bahwa gerakan hari ini adalah sosial dan humanisme, tidak anarkis,” ujarnya.
Bahzar menambahkan, pihak kampus terkejut dengan adanya bom molotov di Program Studi Sejarah FKIP. “Nah, di luar perkiraan kami tadi malam ada yang ditangkap itu bom molotov, di prodi sejarah FKIP Unmul. Yang tentu menciderai perjuangan mahasiswa yang murni,” jelasnya. Mengenai atribut bergambar PKI, ia menegaskan simbol-simbol tersebut merupakan bagian dari materi pembelajaran sejarah, bukan alat propaganda. “Kami sudah konfirmasi ke prodinya terkait gambar atau logo-logo partai ketika di zaman Soekarno dan Soeharto, seperti PKI. Itu tempat pembelajaran. Ada ruangan Himpunan Mahasiswa Sejarah, itu homebase mereka. Kebetulan mereka pas melukis polisi datang. Itu kata prodinya tadi,” terangnya.
Dalam pengamanan sebelumnya, Polresta Samarinda mengamankan 22 mahasiswa. Empat mahasiswa diperiksa lebih lanjut terkait keterlibatan pembuatan bom molotov, sementara 18 lainnya menjalani pemeriksaan singkat dan dijadwalkan segera dipulangkan. “Untuk 18 orang lainnya, tetap akan proses intrograsi singkat karena saat diamankan ada di sekitar wilayah itu, insyaAllah pukul 13.00 WITA akan selesai introgasi dan akan kita kembalikan,” jelas Hendri.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan kegiatan kampus, serta peran institusi pendidikan dalam membimbing mahasiswa agar menyalurkan aspirasi secara damai dan tidak disertai tindakan berbahaya yang dapat mengancam keamanan publik.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan