KALSEL – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan sengketa hasil pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru yang diajukan dua pihak pemohon. Putusan ini dibacakan dalam sidang yang digelar pada Senin (26/5/2025) siang di Gedung MK, Jakarta.
Sidang dipimpin oleh tiga hakim konstitusi, yakni Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, dan Anwar Usman. Mereka mengambil keputusan atas perkara nomor 318/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang diajukan oleh Syarifah Hayana, Ketua DPD LPRI Kalimantan Selatan, serta perkara nomor 319/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang diajukan oleh Prof. Ir. H. Udiansyah, MS selaku pemilih yang sah.
Dalam gugatannya, pemohon menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak profesional dalam pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU). Beberapa poin keberatan yang diajukan meliputi tidak adanya panduan pemilihan antara kolom kosong dan pasangan calon di tempat pemungutan suara (TPS), perbedaan data pemilih tetap (DPT) antara Pilkada 27 November dan PSU 19 April, serta minimnya sosialisasi dan distribusi undangan memilih yang tidak merata.
Namun, MK menilai dalil-dalil tersebut tidak cukup kuat secara hukum. “Sehingga dalil pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum,” tegas Hakim Anwar Usman saat membacakan pertimbangan putusan.
Sebelumnya, pemohon juga mengklaim telah terjadi enam bentuk pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) selama pelaksanaan Pilwali Banjarbaru. Pelanggaran tersebut meliputi dugaan praktik politik uang, pelibatan birokrasi dalam pemenangan pasangan calon, hingga intimidasi terhadap pemantau dan pemilih.
Meski kuasa hukum pemohon, Denny Indrayana, telah mengajukan sejumlah bukti, termasuk rekaman video dari siaran langsung media sosial yang menampilkan pernyataan Ghimoyo, sosok yang disebut sebagai Presiden Tim Dozer, MK menyatakan bukti tersebut tidak cukup untuk membuktikan keterlibatan pejabat BUMN dan tidak memiliki keterkaitan langsung dengan hasil pemilihan.
Hakim Enny Nurbaningsih menyatakan bahwa pemohon tidak menjelaskan secara rinci bagaimana praktik politik uang dilakukan. “Bukti yang diuraikan pemohon berupa buku, artikel, dan tangkapan layar laman berita tidak cukup menyakinkan mahkamah,” ujarnya.
Lebih lanjut, tidak terdapat temuan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banjarbaru yang menguatkan tuduhan pelanggaran netralitas aparatur negara maupun praktik politik uang.
Menutup persidangan, Hakim Arief Hidayat membacakan amar putusan, “Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima.”
Dengan demikian, hasil PSU Pilkada Banjarbaru tetap sah dan tidak mengalami perubahan. Putusan ini menegaskan pentingnya pembuktian yang kuat dan terverifikasi dalam sengketa pemilu yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. []
Redaksi10