Manampuang: Budaya Berbagi Daging Kurban Secara Langsung

AGAM — Di tengah modernisasi pelaksanaan ibadah kurban, masyarakat di Jorong Aro Kandikia, Kecamatan Gadut, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, tetap mempertahankan tradisi khas yang telah diwariskan secara turun-temurun: Manampuang.

Tradisi ini menjadi ciri khas tersendiri saat Hari Raya Iduladha tiba. Tidak seperti di banyak daerah lain yang menggunakan sistem kupon untuk membagikan daging kurban, masyarakat di sini membagikannya secara langsung dan terbuka kepada siapa saja yang hadir di lokasi. Ratusan warga dari berbagai usia berjejer rapi di sepanjang jalan sejauh sekitar 100 meter dari Surau Baru Aro Kandikia, Sabtu (07/06/2025), untuk mengikuti prosesi Manampuang.

“Sudah ada sejak zaman nenek moyang. Kami waktu kecil dulu juga ikut Tradisi Manampuang, sampai sekarang masih dilestarikan,” ujar Arnita (56), warga setempat, mengutip Antara.

Dalam prosesi tersebut, warga membawa beragam wadah seperti keranjang, ember, bahkan kantong plastik untuk menampung potongan daging kurban yang dibagikan oleh panitia. Beberapa dekade lalu, wadah yang digunakan adalah daun talas atau daun pisang, mencerminkan kearifan lokal yang ramah lingkungan.

Ketua Panitia Kurban A. Datuk Gadang (71) menyebutkan bahwa tahun ini pihaknya menyembelih lima ekor sapi, meningkat dari tiga ekor tahun sebelumnya.

“Tahun ini, sebanyak 5 ekor sapi disembelih, meningkat dari 3 ekor pada 2024,” ujarnya.

Ia menambahkan, tradisi Manampuang dipertahankan agar pembagian daging kurban dapat dilakukan secara lebih adil dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang tidak memiliki kupon seperti di tempat lain.

“Peserta kurban berasal dari jamaah surau dan warga lokal, total 35 orang,” katanya.

Lebih dari sekadar ritual pembagian daging, Manampuang mengandung nilai-nilai sosial yang kuat. Kehadiran masyarakat dari berbagai kalangan memperkuat ikatan sosial dan menumbuhkan rasa saling peduli di hari yang suci.

“Tradisi ini tidak hanya tentang pembagian daging, tetapi juga mempererat kebersamaan dan melestarikan kearifan lokal di hari raya,” ujar Novita, warga lainnya.

Tradisi seperti Manampuang menunjukkan bahwa nilai-nilai gotong royong, egalitarianisme, dan kebersamaan tetap dapat hidup berdampingan dengan zaman, selama masih ada masyarakat yang mau melestarikannya. [] Adm04

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X