BANJARMASIN – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin kembali menggelar sidang putusan terkait perkara korupsi proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan. Sidang berlangsung hingga malam hari pada Rabu (09/07/2025) dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Cahyono Riza Adrianto.
Pada sidang tersebut, mantan Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan, Ahmad Solhan, dijatuhi hukuman lima tahun penjara dan denda sebesar Rp600 juta. “Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara lima tahun dan denda Rp 600 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan selama empat bulan,” kata Cahyono saat membacakan putusan.
Selain pidana pokok dan denda, Solhan juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp7.385.400.000. Jika uang tersebut tidak dibayar dalam waktu satu bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap, jaksa berwenang menyita dan melelang harta benda milik terdakwa. Apabila hasil lelang tidak mencukupi, akan diberlakukan pidana penjara tambahan selama tiga tahun.
Menanggapi putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ikhsan, menyatakan masih akan mempertimbangkan langkah hukum berikutnya. “Kami pikir-pikir dulu selama tujuh hari,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa uang pengganti yang ditetapkan majelis hakim sudah disesuaikan dengan jumlah uang yang telah disita saat operasi tangkap tangan. “Dari barang bukti uang yang disita sekitar Rp 8 miliar sekian. Majelis hakim berpendapat uang itu langsung dikurangi dengan uang yang disita pada saat proses penyidikan,” jelasnya.
Kuasa hukum Solhan, Muhammad Lutfi Hakim, menyebut besaran uang pengganti yang harus dibayar kliennya sangat berat. “Kami prihatin dengan uang pengganti sebesar Rp 7,3 miliar. Ini sungguh berat. Apalagi temponya hanya satu bulan. Saat ini kami belum menentukan sikap apakah akan banding atau tidak,” ucapnya.
Dalam tuntutan sebelumnya, JPU KPK menuntut Solhan dihukum lima tahun delapan bulan penjara, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan, dan membayar uang pengganti Rp16,295 miliar subsider empat tahun penjara jika tidak dibayar.
Majelis hakim kemudian melanjutkan sidang pembacaan vonis terhadap terdakwa lain dalam perkara yang sama. Mantan Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kalimantan Selatan, Yulianty Erlyna, divonis empat tahun dua bulan penjara dan denda Rp600 juta. Ia juga dibebani uang pengganti Rp395.400.000. “Apabila uang pengganti tidak dibayar dalam waktu satu bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap, akan diganti dengan pidana penjara dua tahun enam bulan,” tegas Cahyono.
Sebelumnya, JPU menuntut Yulianty dengan hukuman empat tahun enam bulan penjara, denda Rp1 miliar, dan uang pengganti sebesar Rp4,15 miliar.
Pada terdakwa lainnya, Ahmad divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta. Jika tidak dibayar, akan diganti dengan kurungan selama dua bulan. Sementara itu, Agustya Febry Andrean juga divonis empat tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan. Keduanya tidak dibebani pembayaran uang pengganti.
Dalam tuntutan sebelumnya, JPU menuntut Febry dengan pidana empat tahun dua bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan, sedangkan Ahmad dituntut empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan.
Perkara ini sempat menarik perhatian publik karena KPK sempat menetapkan Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, sebagai tersangka, meskipun tidak tertangkap tangan. Sahbirin kemudian mengajukan praperadilan yang berujung pada pembatalan status tersangkanya. Sehari setelah keputusan itu, ia mengundurkan diri dari jabatannya dan tidak pernah tampil lagi di hadapan publik.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan