KUTAI TIMUR – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Masdari Kidang, menyoroti ketimpangan Dana Bagi Hasil (DBH) yang dinilai tidak berpihak kepada daerah penghasil sumber daya alam. Ia menilai kebijakan pembagian DBH yang tidak proporsional membuat daerah seperti Kutai Timur kesulitan membiayai pembangunan secara maksimal.
Menurut Masdari, meskipun Kutai Timur menjadi salah satu daerah penghasil utama dari sektor pertambangan, porsi DBH yang diterima masih jauh lebih kecil dibandingkan yang dikuasai pemerintah pusat. Kondisi ini berdampak langsung pada keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menghambat pembangunan infrastruktur, terutama jalan dan fasilitas umum lainnya.
“Kelihatannya, yang senang pusat. Kalau di daerah sana Jawa, ini mohon maaf bukan iri, kita memang jelas iri. Disana jalan sawahnya saja bersemen,” kata Masdari, Selasa (11/11/2025).
Tahun ini, APBD Kutai Timur tercatat sebesar Rp 9,89 triliun. Namun, proyeksi anggaran tahun depan diperkirakan hanya mencapai Rp 4,86 triliun, atau turun lebih dari setengahnya. Penurunan tajam itu, kata Masdari, memperlihatkan betapa besar ketergantungan daerah terhadap kebijakan fiskal pusat.
“Bagi hasilnya kita sedikit, arusnya kita yang banyak. Jadi yang bangun pusat itu dari Kalimantan, Kalimantan mana saja,” ujarnya.
Masdari juga menilai lemahnya regulasi menjadi akar persoalan ketimpangan tersebut. Ia menyebut aturan pembagian hasil sumber daya alam saat ini tidak lagi memberi jaminan keadilan bagi daerah penghasil. “Kita ini dapat apa? Tidak ada lagi aturannya, tidak ada adatnya lagi bapak-bapak ini, ke kita nih disemburi air lewat aturannya,” tambahnya.
Ia berharap pemerintah pusat dapat meninjau ulang sistem pembagian DBH agar lebih berpihak kepada daerah penghasil. Menurutnya, tanpa perubahan kebijakan, percepatan pembangunan di Kutai Timur akan sulit tercapai. “Rasakan saja, jalan kita makin hari makin rusak. Karena APBD kita kurang. Kita paling sedikit, pusat paling banyak. Lihat aja kesana, biar jalan sawahnya aja bersemen, kalau kita di sini, belum tentu bersemen,” ujarnya.
Masdari menegaskan, ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah harus segera dievaluasi agar pemerataan pembangunan benar-benar bisa diwujudkan, tidak hanya sebatas wacana di atas kertas.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan