Masyarakat Jahab Menuntut Kepastian Hukum Kepala Adat

KUTAI KARTANEGARA – Polemik pemilihan Kepala Adat di Kelurahan Jahab, Kecamatan Tenggarong, masih memunculkan kegelisahan. Masyarakat mempertanyakan transparansi dan independensi proses yang dijalankan pemerintah kelurahan, meski Lurah Jahab, Laoren Sirenden, bersikukuh bahwa pihaknya tidak mencampuri urusan adat suku tertentu.

Laoren menegaskan, pihaknya hanya menjalankan fungsi pembinaan terhadap lembaga adat kelurahan yang menaungi berbagai suku. Namun, kritik terhadap pemerintah kelurahan terus muncul, khususnya terkait penunjukan Bahron Osik sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Adat, yang bersamaan mencalonkan diri.

“Tolonglah, jangan membuat Jahab ini kacau hanya karena omongan yang tidak berdasar. Tokoh masyarakat seharusnya bisa mempertanggungjawabkan setiap pernyataannya,” ujar Laoren, Rabu (08/10/2025).

Sebelumnya, dua tokoh masyarakat Jahab, Thomas Fasenga dan Khalif Sardi, menilai proses pemilihan Kepala Adat sarat dugaan intervensi dan minim transparansi. Thomas menyoroti konflik kepentingan dalam penunjukan Plt Kepala Adat.

“Beliau itu lagi mencalonkan diri jadi kepala adat. Itu yang bikin masalah. Kita kecewa juga karena keputusan itu tanpa kompromi dengan tokoh-tokoh masyarakat,” ungkap Thomas.

Khalif menambahkan, Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 38 Tahun 2022 yang dijadikan acuan pemerintah kelurahan dinilai menyalahi nilai-nilai adat Dayak. Pembatasan hak pilih dan keterlibatan non-Dayak dalam pemilihan dianggap mengurangi partisipasi masyarakat asli.

“Aturan ini membuat masyarakat tidak bisa berpartisipasi penuh. Padahal ini pemilihan kepala adat Dayak,” kata Khalif. Ia bahkan menyinggung kabar adanya ancaman bahwa hasil pemilihan tidak akan disahkan jika tidak mengikuti Perbup.

Meski demikian, Laoren membantah keras tudingan tersebut. “Saya tidak pernah mengatakan begitu. Itu fitnah. Kalau saya biarkan tanpa dasar hukum, saya justru bisa disalahkan oleh Bupati atau Camat,” tegasnya.

Terkait posisi Bahron Osik sebagai Plt sekaligus calon, Laoren menekankan bahwa pencalonan tersebut sah menurut panitia. Ia menegaskan, jabatan Kepala Adat bukan posisi politik atau struktural untuk dimanfaatkan kepentingan pribadi.

“Kepala adat itu mitra pemerintah dalam pelestarian budaya, bukan jabatan kekuasaan. Jadi jangan dibesar-besarkan seolah ada kepentingan di baliknya,” jelasnya.

Meski pemerintah kelurahan berupaya menenangkan suasana, polemik ini menunjukkan adanya ketegangan antara regulasi formal dan praktik adat di lapangan. Masyarakat menunggu kepastian hukum yang jelas, sementara Lurah Jahab mengimbau agar semua pihak menahan diri dan tidak menyebarkan isu tanpa bukti.

“Saya minta, kalau bicara, bicaralah dengan dasar yang jelas. Jangan menyebar opini yang bisa memecah belah. Kita ingin Jahab tetap damai,” pungkasnya. []

Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Rasidah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com