BANJARBARU – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya menjadi wujud kepedulian terhadap kesehatan anak sekolah, justru kembali menimbulkan tanda tanya besar soal pengawasan dan tanggung jawab pemerintah daerah. Kamis (16/10/2025), makanan MBG untuk 544 murid SDN 1 Loktabat Utara diduga basi sebelum sempat dibagikan.
Kepala Sekolah Muhammad Muhransyah mengatakan, menu yang disiapkan terdiri atas mi kuning, telur rebus, stik tempe, dan buah lengkeng. Namun, saat diperiksa di ruang transit, sejumlah makanan sudah berbau dan berlendir. “Di ruang transit, petugas MBG di sekolah menemukan adanya makanan yang terindikasi basi karena berbau dan berlendir,” ujarnya.
Akhirnya, makanan itu tidak dibagikan kepada murid. “Hanya buah yang dibagikan kepada anak-anak,” kata Muhransyah. Ia mengakui kejadian serupa pernah terjadi. “Pernah beberapa kali. Seperti hanya sayur atau kuah yang basi. Tidak separah saat ini. Hari ini minya basi, telurnya berlendir,” ungkapnya.
Orangtua murid, Tati, turut membenarkan temuan tersebut. “Kedapatan ada makanan yang basi. Kami tidak mengada-ada,” ujarnya. Menurutnya, anak-anak bahkan takut menyentuh makanan itu. “Dari baunya saja sudah tidak layak dimakan,” katanya. Ia berharap dapur MBG memperhatikan jeda waktu antara memasak dan pendistribusian makanan.
Kasus ini menambah deretan kegagalan pengawasan program MBG di Banjar. Sebelumnya, 134 siswa di Martapura keracunan setelah mengonsumsi makanan MBG dari SPPG Tungkaran. Hasil laboratorium menunjukkan air dan bahan makanan di dapur tersebut mengandung bakteri berbahaya, termasuk Escherichia coli dengan kadar 265 per 100 mililiter jauh melampaui ambang batas nol. Plt Kepala Dinkes Banjar, Noripansyah, menegaskan, “Angka bakterinya di atas ambang batas. Airnya mengandung E. coli dan bahan makanannya tidak layak.”
Akibat peristiwa itu, dapur SPPG Tungkaran ditutup sementara. Namun, kasus berulang di sekolah lain menunjukkan lemahnya sistem kontrol. Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Selatan menilai pengawasan program MBG masih jauh dari kata layak. “Kami ingin memastikan seluruh proses pelayanan berjalan sesuai prinsip akuntabilitas,” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Kalsel, Hadi Rahman, usai meninjau RSUD Ratu Zalecha dan sejumlah dapur MBG.
Hadi menyoroti fakta bahwa 16 dapur SPPG di Kabupaten Banjar belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). “Tanpa SLHS, pengawasan terhadap keamanan pangan menjadi lemah,” tegasnya.
Ombudsman memberikan empat catatan penting kepada pemerintah daerah: mempercepat sertifikasi keamanan pangan dan halal, membuat pedoman penanganan insiden darurat, memperkuat koordinasi lintas instansi, serta memastikan MBG benar-benar aman bagi anak-anak. “MBG adalah program yang mulia, tapi tanpa pengawasan dan koordinasi yang kuat, potensi maladministrasi bisa muncul,” tegas Hadi.
Pertanyaan besarnya kini: berapa lama lagi anak-anak harus jadi korban sistem yang ceroboh? []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan