Menteri Kuba Mundur Usai Hina Pengemis sebagai Pemabuk Berkedok

HAVANA – Menteri Tenaga Kerja dan Jaminan Sosial Kuba, Marta Elena Feito Cabrera, secara resmi mengundurkan diri dari jabatannya setelah pernyataan kontroversialnya mengenai keberadaan pengemis di Kuba menuai kecaman luas. Dalam keterangan resmi yang diunggah Kantor Kepresidenan Kuba pada Rabu (16/07/2025), Feito disebut telah mengakui kesalahan dan menyerahkan surat pengunduran diri atas sikapnya yang dinilai tidak objektif dan kurang sensitif terhadap persoalan sosial di dalam negeri.

“Pengunduran dirinya disetujui berdasarkan kurangnya objektivitas dan sensitivitas dalam menyikapi isu-isu sentral dalam manajemen politik dan pemerintahan saat ini, yang berfokus pada penanganan fenomena nyata yang tidak pernah diinginkan oleh masyarakat kita,” demikian pernyataan yang dirilis oleh otoritas pemerintahan Kuba.

Pernyataan Feito yang menimbulkan kontroversi tersebut disampaikan saat ia berbicara di hadapan komite Majelis Nasional. Ia menegaskan bahwa tidak ada pengemis di Kuba, melainkan hanya orang-orang yang menyamar sebagai pengemis. “Kami melihat orang-orang yang kelihatan seperti pengemis. Padahal jika Anda lihat tangan mereka, pakaian mereka, mereka cuma orang-orang yang pura-pura jadi pengemis. Mereka bukan pengemis,” katanya, seperti dikutip Al Jazeera. “Di Kuba, tidak ada pengemis,” tegasnya.

Tak hanya itu, Feito juga menyebut bahwa orang-orang yang membersihkan kaca mobil di jalanan hidup dengan “mudah” dan menggunakan uang mereka untuk membeli minuman keras. Ia bahkan menyindir mereka yang mengais tempat sampah sebagai upaya untuk mencari barang yang bisa dijual kembali tanpa harus membayar pajak.

Pernyataan tersebut dengan cepat menjadi viral di media sosial dan memicu gelombang kritik dari berbagai kalangan. Banyak warga menganggap ucapan Feito tidak memiliki empati terhadap rakyat miskin dan justru mempermalukan mereka yang hidup dalam kondisi sulit.

Presiden Kuba, Miguel Díaz-Canel, turut menanggapi polemik tersebut. Dalam pernyataannya di platform X, ia menegaskan bahwa pejabat publik harus peka terhadap kerentanan masyarakat. “Kurangnya kepekaan dalam menangani kerentanan sangat patut dipertanyakan. Revolusi tidak boleh meninggalkan siapa pun. Itu lah moto kami, tanggung jawab kami,” ujar Díaz-Canel.

Krisis ekonomi di Kuba telah menjadi masalah struktural yang berlarut-larut selama puluhan tahun. Pemerintah Kuba kerap menuding embargo ekonomi yang diberlakukan Amerika Serikat sejak 1960 sebagai biang keladi dari kesulitan yang dihadapi warga. Embargo tersebut diterapkan setelah Revolusi Kuba yang dipimpin Fidel Castro dan telah menghambat akses negara tersebut terhadap barang-barang penting seperti bahan bakar dan suku cadang. Langkah Amerika Serikat itu pun secara luas dikritik oleh dunia internasional, termasuk oleh 185 dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com