JAKARTA – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai perhatian setelah muncul laporan mengenai distribusi bahan mentah dan makanan ringan tinggi gula sebagai bagian dari paket makanan bagi siswa. Sejumlah foto yang beredar di media sosial memperlihatkan isi paket yang mencakup beras, biskuit, wafer, minuman sereal, susu UHT, telur puyuh, ikan asin, kacang goreng, serta buah-buahan seperti pisang, salak, dan jeruk. Menu tersebut diklaim sebagai bagian dari MBG di sejumlah sekolah di Tangerang Selatan.
Pengelola dapur umum MBG yang merasa bertanggung jawab atas pembagian ini mengaku menu tersebut merupakan bentuk “kreativitas” karena sekolah tengah memasuki masa libur. Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yasmit Ciputat Timur, A Basiro, menyatakan pembagian makanan dalam bentuk mentah dimaksudkan agar bisa disimpan lebih lama oleh siswa di rumah. “Kita didistribusikan terhadap 4.075 siswa dalam bentuk mentah itu agar dapat dibawa pulang atau disimpan siswa lebih lama,” ujar Basiro.
Namun, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan, Deden Deni, menyebut tidak ada koordinasi antara SPPG dengan pemerintah daerah. Ia membenarkan adanya pembagian bahan mentah kepada siswa dan menambahkan bahwa metode serupa pernah diterapkan saat Ramadan. “Saya sudah cek sekolah juga memang betul ada kiriman bahan mentah, alasannya pembelajaran tidak efektif menjelang libur,” ujarnya.
Polemik ini menimbulkan kekhawatiran soal lemahnya pengawasan. Pendiri sekaligus CEO CISDI, Diah Saminarsih, menilai insiden ini menunjukkan fungsi kontrol dari Badan Gizi Nasional (BGN) tidak berjalan optimal. “Memberi makanan mentah dengan alasan apa pun, itu berarti ada alarm atau warning sign karena artinya fungsi oversight atau fungsi kontrolnya tidak ada,” ujar Diah. Ia menegaskan bahwa BGN seharusnya menjaga standar distribusi sesuai petunjuk teknis dan SOP yang telah disusun.
Selain makanan mentah, CISDI mencatat sekitar 45 persen menu MBG terdiri dari makanan ultra-proses yang dianggap berisiko bagi kesehatan karena kandungan gula, garam, dan lemaknya tidak terkontrol. Menurut Diah, jika program MBG bertujuan mengejar kecukupan gizi, maka penggunaan makanan ultra-proses tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Sementara itu, Kepala BGN, Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa belum ada kebijakan resmi mengenai distribusi MBG dalam bentuk bahan mentah selama libur sekolah. Petunjuk teknis terkait masih dalam tahap penyusunan, dengan mempertimbangkan pola kehadiran siswa dan efektivitas distribusi. “Jika siswa masih bisa datang ke sekolah, maka MBG akan diberikan dalam bentuk fresh food,” jelasnya.
Di sisi lain, Koalisi Kawal Pendidikan menyuarakan agar program MBG dihentikan sementara. Irwan Aldrin menilai program ini menunjukkan kekacauan dalam perencanaan dan koordinasi. “Kita coba stop dulu. Kita sebagai warga negara, uang kita dipakai untuk kegiatan itu. Sebelum itu jadinya mubazir, terbuang semua, ya berhenti dulu,” kata Irwan.
Ia menyarankan agar sekolah diberi wewenang lebih besar dalam mengelola makan siang, termasuk mengintegrasikannya ke dalam kegiatan pembelajaran. Irwan juga menilai sistem top-down yang digunakan pemerintah pusat dalam pelaksanaan MBG tidak efektif. “Kalau caranya seperti ini, cara top down dari atas gitu semuanya, ya kacau balau begini. Enggak bisa pakai sistem sentralisasi begini,” pungkasnya. []
Admin05