KAPUAS HULU – Dunia birokrasi kembali tercoreng oleh ulah oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, yang diduga kuat melakukan serangkaian aksi penipuan terhadap masyarakat. Kasus ini mencuat setelah viral di media sosial Facebook dan menimbulkan gelombang kekecewaan publik terhadap integritas aparatur pemerintahan.
Oknum ASN berinisial SM itu diketahui bekerja di Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Kapuas Hulu. Kabar keterlibatan SM dibenarkan langsung oleh Kabid Olahraga Disporapar Kapuas Hulu, Deby Pebrufianto. “Kami sudah menerima sejumlah laporan dari masyarakat, diduga oknum tersebut telah melakukan penipuan ke masyarakat,” ujar Deby, Selasa (28/10/2025).
Menurut Deby, pihaknya telah memanggil SM untuk memberikan klarifikasi. Namun, SM justru tidak pernah masuk kantor sejak awal Agustus 2025. “Oknum ini sudah melakukan pelanggaran administrasi dan disiplin, serta terancam dipecat dari ASN. Kemudian dia, tidak pernah masuk kantor lagi, sejak awal Agustus 2025 kemarin,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa proses pencarian terhadap SM masih terus dilakukan. Selain itu, Deby mengingatkan masyarakat agar tidak mudah percaya terhadap oknum yang mengatasnamakan instansi pemerintah. “Pastinya jangan mudah tertipu dengan oknum tersebut, karena ada sejumlah masyarakat yang menjadi korban,” tegasnya.
Namun, kasus ini tak sekadar tentang seorang pegawai yang menipu. Ini adalah potret kelam lemahnya sistem pengawasan dan penegakan disiplin di lingkungan birokrasi daerah. Bagaimana mungkin seorang ASN yang tidak lagi masuk kantor selama berbulan-bulan baru diketahui setelah aksinya viral di media sosial? Di mana fungsi pengawasan dan pengendalian internal instansi yang seharusnya mencegah hal seperti ini sejak awal?
SM diduga telah melakukan berbagai modus penipuan, mulai dari pengambilan alat tulis kantor (ATK) secara ilegal, penjualan “pokir” atau proyek aspirasi fiktif, hingga menipu sejumlah warung makan di sekitar Kapuas Hulu. Tindakan ini tidak hanya merugikan korban secara materi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap ASN sebagai pelayan masyarakat.
Ironisnya, masyarakat baru mendapat peringatan untuk berhati-hati setelah kasus ini menjadi konsumsi publik. Imbauan melalui media sosial dan media massa dilakukan setelah korban berjatuhan bukan sebelumnya. Ini memperlihatkan reaksi birokrasi yang cenderung reaktif ketimbang preventif.
Dalam konteks ini, kasus SM seharusnya menjadi pelajaran penting bagi pemerintah daerah tentang urgensi penegakan disiplin ASN. Pengawasan bukan hanya soal absen kerja, tetapi juga soal moralitas, tanggung jawab, dan etika pelayanan publik. Bila sistem pengawasan masih lemah, jangan heran jika oknum seperti SM bisa bertahun-tahun menipu tanpa terdeteksi.
Kasus ini juga menjadi refleksi bagi masyarakat agar lebih kritis terhadap individu yang mengaku pejabat atau ASN, terutama jika menawarkan bantuan atau proyek dengan iming-iming keuntungan cepat. Sebab, bukan hanya masyarakat yang tertipu citra pemerintahan pun ikut tercoreng. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan