Myanmar Bongkar Scam, Korban Menumpuk

BANGKOK – Penggerebekan militer Myanmar terhadap markas penipuan online terbesar di wilayah perbatasan bukan hanya membongkar praktik kriminal lintas negara, tetapi juga menyingkap wajah kelam industri digital Asia Tenggara yang sarat eksploitasi manusia. Ribuan orang kabur, ratusan di antaranya melintasi Sungai Moei menuju Thailand, melarikan diri bukan hanya dari peluru, tetapi juga dari jebakan kerja paksa yang selama ini dikamuflase dengan janji pekerjaan digital bergaji tinggi.

Militer Myanmar menyerbu kompleks KK Park, kawasan yang selama ini dikenal sebagai pusat penipuan daring di wilayah Myawaddy, Kayin State. Menurut pejabat Thailand, lebih dari 600 orang melarikan diri ke wilayah mereka. “677 orang melarikan diri dari pusat penipuan KK Park di Myanmar menyeberangi Sungai Moei ke Thailand pada Kamis pagi,” kata Wakil Gubernur Provinsi Tak, Sawanit Suriyakul Na Ayutthaya, dilansir AFP, Kamis (23/10/2025).

Kompleks KK Park bukan sekadar sarang scam, melainkan laboratorium modern kejahatan siber. Di sana, ribuan orang dari berbagai negara dipaksa menjalankan operasi penipuan berbasis asmara, investasi, dan perdagangan digital. Ironisnya, sebagian dari mereka justru awalnya direkrut dengan iming-iming pekerjaan legal di bidang teknologi.

Penindakan keras oleh militer Myanmar sejak Februari sebenarnya telah berlangsung berulang, tetapi hasilnya nihil. Pemerintah mengumumkan telah memulangkan 7.000 pekerja, namun tidak ada laporan rinci mengenai dalang utama yang ditangkap. Seperti biasa, yang menjadi korban adalah pekerja rendahan, banyak di antaranya korban perdagangan manusia yang dikirim dari negara lain, termasuk Indonesia.

“Polisi imigrasi dan satuan tugas militer telah bekerja sama untuk memberikan bantuan berdasarkan prosedur kemanusiaan… dan mereka akan menjalani pemeriksaan,” ujar Sawanit. Ia menambahkan, proses tersebut bertujuan menentukan siapa yang merupakan korban perdagangan manusia. Ironisnya, mereka yang dianggap bukan korban justru bisa dituntut karena melintasi perbatasan secara ilegal.

Artinya, dalam tragedi ini, korban bisa berakhir menjadi pelaku.

Kantor Administrasi Provinsi Tak menyebut kelompok yang menyeberang terdiri dari “warga negara asing” baik pria maupun wanita dan memperkirakan jumlahnya akan terus bertambah. Sementara itu, KBRI Yangon memastikan pihaknya tengah memantau sekitar 75 warga negara Indonesia (WNI) yang melarikan diri dari kompleks tersebut. “KBRI Yangon memantau 20 warga negara Indonesia (WNI) berhasil melarikan dan saat ini berada di Thailand,” ungkap pernyataan resmi KBRI.

KBRI Yangon juga menegaskan KK Park dikelola oleh kelompok Border Guard Force (BGF), organisasi bersenjata semi-resmi di bawah kendali Tatmadaw (militer Myanmar). Laporan media lokal menyebut pelarian massal ini dipicu oleh rencana penggerebekan besar-besaran terhadap jaringan scam dan perjudian online di kawasan tersebut.

Koordinasi dilakukan antara KBRI Yangon dan KBRI Bangkok untuk memverifikasi identitas serta kondisi para WNI di Mae Sot, Thailand. “KBRI akan terus berkoordinasi dengan otoritas setempat di Myanmar, termasuk melalui lembaga kemanusiaan di wilayah Kayin State, untuk memastikan keselamatan seluruh WNI,” tulis pernyataan tersebut.

Namun ironinya, peringatan agar warga tidak mudah tergiur tawaran kerja ke luar negeri justru datang setelah banyak korban terjebak dan nyawa dipertaruhkan. Negara baru bergerak ketika warganya sudah menjadi angka statistik di tengah kekacauan hukum lintas batas.

Fenomena ini menggambarkan realitas pahit Asia Tenggara: ketika negara lemah dalam penegakan hukum, kejahatan lintas negara justru berkembang dengan jaminan impunitas. Penggerebekan militer mungkin menutup satu sarang, tapi membuka ribuan luka baru luka yang bernama perdagangan manusia digital. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com