Niat Curi Sawit, Hasilnya Jeruji!

KOTABARU – Dua warga Desa Bapara, Kecamatan Pamukan Utara, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, yakni PE (46) alias Japang dan AK (47) alias Kuncir, gagal mencuri kelapa sawit namun tetap berakhir di tangan polisi. Ironisnya, kisah dua “ninja sawit” ini memperlihatkan potret getir masyarakat di sekitar perkebunan besar yang kerap terdesak ekonomi hingga tergoda mencuri hasil bumi di tanah yang dulunya milik mereka sendiri.

Keduanya diketahui beraksi pada Jumat (03/10/2025) sekitar pukul 23.00 WITA di area perkebunan PT Laguna Mandiri Matalok Estate. Kapolres Kotabaru AKBP Doli M. Tanjung, melalui Kasi Humas Iptu Agus Riyanto, menjelaskan bahwa aksi tersebut terungkap setelah patroli rutin oleh asisten kepala kebun M. Mukhlis bersama petugas keamanan menemukan tumpukan sawit mencurigakan di 13 Titik Penitipan Hasil (TPH), padahal hari itu tidak ada jadwal panen.

“Kurang lebih 40 menit mengintai, terlihat dua cahaya senter dan ada suara memotong tangkai, serta buah sawit jatuh,” ujar Agus, Minggu (12/10/2025).

Namun, saat hendak ditangkap, kedua pelaku kabur meninggalkan sepeda motor Honda Beat hitam, dua egrek, senter, tas, batu asah, 124 buah kelapa sawit, serta nota timbang buah. Tak lama, pihak perusahaan melapor ke Polsek Pamukan Utara untuk menindaklanjuti.

Sepekan kemudian, Japang dan Kuncir akhirnya menyerahkan diri ke pihak perusahaan, didampingi aparat desa dan tetua adat. “Pelaku menyerahkan diri didampingi aparat desa dan tetua adat setempat, dan siap bertanggung jawab,” tutur Agus.

Kini keduanya dijerat Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, subsider Percobaan Pencurian (Pasal 53 KUHP), dengan ancaman hukuman hingga 7 tahun penjara.

Namun di balik kasus ini, muncul pertanyaan kritis: mengapa aksi seperti ini terus berulang di berbagai wilayah perkebunan besar? Di satu sisi, perusahaan sawit dengan modal raksasa terus menumpuk keuntungan, sementara masyarakat sekitar hanya menjadi buruh harian dengan upah pas-pasan. Ketimpangan ini memicu munculnya fenomena “ninja sawit” mereka yang nekat mengambil buah sawit untuk bertahan hidup.

Aksi pencurian sawit memang melanggar hukum, namun di sisi lain, ia juga mencerminkan kegagalan sistemik dalam distribusi kesejahteraan di kawasan perkebunan. Pemerintah daerah dan perusahaan seolah hanya menindak, tanpa pernah mencari akar persoalan: mengapa warga di sekitar kebun masih miskin di tengah hamparan kekayaan yang mereka jaga setiap hari.

Kasus Japang dan Kuncir semestinya bukan sekadar soal pidana, tetapi juga alarm sosial yang menggugat kesenjangan lama antara rakyat kecil dan korporasi sawit raksasa. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com