PAPUA – Kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengklaim empat anggotanya tewas dan dua luka-luka akibat ledakan ranjau yang diduga dipasang militer Indonesia pada jenazah rekan mereka di Distrik Hitadipa, Intan Jaya, Papua Tengah, Selasa (13/5/2025). Juru Bicara TPNPB Sebby Sambom dalam siaran pers Kamis (15/5/2025) menyatakan, insiden terjadi saat evakuasi jenazah anggota yang gugur dalam kontak senjata dengan TNI.
“Pasukan TPNPB melakukan evakuasi korban, saat itu ranjau bom meledak. Dua anggota gugur, dua luka-luka akibat serpihan,” ujar Sebby. Korban tewas diidentifikasi sebagai Gus Kogoya, Notopinus Lawiya, dan Kanis Kogoya, sedangkan Tinus Wonda dan Dnu-Dnu Mirip mengalami luka-luka dan menjalani perawatan di markas.
Sebelumnya, TNI mengklaim berhasil menetralisasi 18 anggota OPM dalam operasi di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Rabu (14/5/2025). Kapuspen TNI Mayor Jenderal Kristomei Sianturi menegaskan operasi Satgas Habema bertujuan melindungi warga dari ancaman kelompok bersenjata. “TNI hadir untuk melindungi rakyat dari kekerasan separatis. Operasi dilakukan secara terukur dan profesional,” kata Kristomei dalam siaran pers terpisah.
TPNPB juga menuding TNI menembak warga sipil di lima kampung—Titigi, Ndugusiga, Jaindapa, Sugapa Lama, dan Zanamba—sebelum kontak senjata pecah. Sebby menyebut korban sipil antara lain Junite Zanambani (luka lengan), anaknya Minus Yegeseni (luka telinga), serta Nopen Wandagau (luka tangan). “Mereka ditembak saat masih tidur,” klaimnya.
TNI membantah tuduhan penggunaan ranjau atau pelibatan warga sipil. Kristomei menekankan operasi difokuskan pada kelompok bersenjata tanpa mengganggu masyarakat. “Kami tidak akan biarkan rakyat Papua hidup dalam ketakutan,” tegasnya. Hingga berita ini diturunkan, TNI belum merespons konfirmasi Tempo terkait dugaan pemasangan ranjau dan penembakan warga.
Klaim-klaim yang bertolak belakang ini memperumit verifikasi independen di lapangan mengingat keterbatasan akses ke wilayah konflik. Pemerintah hingga kini tetap menegaskan operasi militer di Papua bertujuan menjaga stabilitas, sementara kelompok separatis menyebutnya sebagai bentuk represi.
Insiden terbaru memperpanjang daftar kekerasan yang menyertai konflik berkepanjangan di Papua. LSM HAM setempat mendesak investigasi transparan atas dugaan pelanggaran hukum humaniter, termasuk klaim penggunaan ranjau dan penembakan warga tak bersenjata. Sementara itu, warga di Distrik Hitadipa dilaporkan masih berada dalam kondisi waspada menyusul eskalasi ketegangan.
Baik TNI maupun TPNPB-OPM belum menunjukkan tanda-tanda de-eskalasi, memperkirakan potensi konflik lanjutan di tengah minimnya dialog politik. Data terbaru menunjukkan peningkatan 20% insiden kekerasan bersenjata di Papua Tengah sepanjang 2025 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.[]
Redaksi11