PONTIANAK – Pemerintah terus berupaya memperkuat perlindungan bagi pekerja migran Indonesia (PMI), terutama dalam menghadapi semakin kompleksnya modus perdagangan orang. Salah satu langkah yang kini digencarkan adalah percepatan pembangunan shelter pekerja migran di wilayah perbatasan Kalimantan Barat (Kalbar).
Hal itu disampaikan oleh Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir, saat berkunjung ke Pontianak, Sabtu (21/06/2025). Menurutnya, perkembangan modus kejahatan yang menjerat calon pekerja migran kian canggih dan terorganisir, mulai dari penggunaan visa turis yang disalahgunakan menjadi visa kerja, pemalsuan dokumen, hingga perekrutan melalui media sosial dengan iming-iming gaji tinggi. “Kita harus mempercepat pembangunan shelter di perbatasan Kalbar, karena jalur ini sangat rawan. Kasus-kasus perdagangan orang sekarang sudah selevel dengan kejahatan narkotika. Bedanya, ini menyangkut nyawa manusia,” tegas Abdul Kadir.
Ia mencontohkan kasus di Myanmar, di mana korban yang berasal dari kalangan terdidik, bahkan pengusaha, bisa terjebak iklan palsu hingga berujung menjadi korban penyekapan dan kekerasan.
Hampir 95 hingga 97 persen kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), menurutnya, terjadi pada migran yang berangkat tanpa melalui jalur resmi. “Banyak yang berangkat bermodal paspor atau visa turis saja, tanpa pelatihan atau perlindungan. Ini yang rentan jadi korban eksploitasi, bahkan kehilangan nyawa,” ujarnya.
Kalbar menjadi daerah strategis sekaligus krusial dalam pengawasan migrasi ilegal, karena memiliki enam perbatasan resmi dan lebih dari 70 jalur tidak resmi. Wilayah ini juga kerap dijadikan titik keberangkatan migran ilegal dari berbagai provinsi seperti Jawa, NTB, dan Sulsel. “Kita tidak bisa biarkan warga kita jadi korban mafia. Mereka hanya ingin masa depan yang lebih baik, tapi malah terjebak jaringan perekrutan ilegal yang mengancam nyawa,” tegas Abdul Kadir.
Menteri Abdul Kadir juga menjelaskan bahwa Kementerian P2MI baru dibentuk di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, setelah sebelumnya urusan ini dipegang BP2MI di bawah Kemenaker. Pembentukan kementerian ini, katanya, merupakan wujud perhatian khusus Presiden yang pernah turun langsung menyelamatkan seorang pekerja migran, Wilfrieda, dari ancaman hukuman mati di Malaysia. “Presiden memberikan mandat kepada kami: pertama, melindungi penuh pekerja migran dari kekerasan, eksploitasi, dan perdagangan orang. Kedua, meningkatkan kontribusi devisa negara dari sektor ini,” tuturnya.
Ia menyebutkan, pada 2023, pekerja migran resmi berkontribusi Rp253,3 triliun dalam bentuk devisa, dari sekitar 297.000 penempatan resmi. Namun, dari 1,7 juta permintaan tenaga kerja luar negeri, baru 17 persen yang dapat terpenuhi secara legal. “Oleh sebab itu, kami sedang mendorong reformasi layanan yang lebih cepat, efisien, dan bebas pungli, agar bisa mengisi kebutuhan tenaga kerja luar negeri secara legal dan aman,” pungkasnya. []
Admin 02
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan