SURABAYA – Langkah Pemerintah Kota Surabaya dalam menyegel lahan parkir di sejumlah toko modern memunculkan kontroversi. Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Parlaungan Iffah Nasution, mengkritisi kebijakan tersebut yang dinilai menyasar pihak yang justru taat pajak, sementara akar persoalan parkir liar tak disentuh secara langsung.
Menurut Parlaungan, persoalan awal yang dihadapi Pemkot Surabaya adalah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi parkir. Ia memahami keinginan Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, untuk menutup kebocoran tersebut. Namun, dalam implementasinya, Parlaungan menilai fokus kebijakan justru bergeser. “Sebetulnya awalnya ini kan kalau saya pribadi melihat itu dari kebocoran PAD dari pajak dan retribusi parkir ya. Karena itu cukup menguras pemasukan daerah. Sehingga akhirnya wali kota bertindak,” ujar Parlaungan, Senin (16/06/2025).
Namun, ia menyoroti bahwa kini sasaran kebijakan justru beralih ke pemilik toko modern yang selama ini sudah memenuhi kewajiban pajak dan retribusi, bukan kepada para juru parkir liar yang sebenarnya menjadi sumber masalah. “Sampai kemudian yang beberapa hari kemudian saya melihat penindakannya justru kepada tempat usaha. Justru ini aneh ya, atau paradoks,” katanya.
Parlaungan juga menilai bahwa kebijakan menutup lahan parkir minimarket terkesan sebagai bentuk pengalihan tanggung jawab pemerintah. “Jadi benar sekali kalau misalnya ini upaya cuci tangan,” tambahnya.
Ia menduga Pemkot Surabaya enggan berhadapan langsung dengan kelompok juru parkir liar karena mereka memiliki kekuatan sosial yang dapat memberikan tekanan. Sementara pengusaha toko modern cenderung memilih patuh karena khawatir bisnis mereka terganggu. “Kelompok di grassroot juru parkir liar ini cukup bisa melakukan tekanan sosial terhadap Pemerintah Kota Surabaya,” katanya.
Menanggapi kritik tersebut, Ketua Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya, Eri Irawan, menegaskan bahwa kebijakan penyegelan lahan parkir bukan ditujukan untuk menekan pelaku usaha, melainkan untuk melindungi masyarakat. Ia menyebutkan bahwa dari total 865 toko modern di Surabaya, baru sekitar 30 yang memiliki izin parkir resmi sesuai Perda Nomor 3 Tahun 2018. “Artinya, lebih dari 95 persen belum patuh terhadap aturan yang berlaku,” ujar Eri.
Menurut Eri, jika pengelolaan parkir dilakukan sesuai izin dan aturan, maka keberadaan juru parkir liar bisa diminimalisasi. Selain itu, masyarakat pun akan lebih nyaman karena pengelolaan parkir menjadi tertib dan resmi.
Sementara itu, hingga 16 Juni, Pemkot Surabaya telah menyegel 203 lahan parkir toko modern, di mana 67 di antaranya sudah kembali dibuka setelah pemilik usaha melengkapi perizinan dan menyiapkan petugas parkir resmi.
Melalui surat edaran baru, Wali Kota Eri Cahyadi meminta seluruh pemilik usaha untuk segera mengurus izin pengelolaan parkir serta menyediakan sarana parkir yang aman dan sesuai standar. “Saya minta ada tukang parkir menggunakan rompi dari tempat usahanya,” tegas Eri saat inspeksi beberapa waktu lalu. [] Admin 02