SUWAYDA – Otoritas Suriah dituduh melakukan eksekusi lapangan terhadap sejumlah warga sipil di Provinsi Suwayda, wilayah selatan negara itu yang mayoritas penduduknya berasal dari komunitas Druze. Tuduhan ini mencuat di tengah meningkatnya ketegangan dan bentrokan yang terjadi sejak akhir pekan lalu antara pejuang Druze dan kelompok suku Badui, yang memicu intervensi militer dari pemerintah pusat di Damaskus.
Pada Selasa pagi (15/07/2025), pasukan pemerintah Suriah dilaporkan memasuki kota Sweida, dan Menteri Pertahanan mengumumkan diberlakukannya gencatan senjata. Namun, warga setempat menyatakan kepada kantor berita AFP bahwa gencatan senjata tersebut tidak menghentikan aksi kekerasan. Mereka menuduh pasukan pemerintah serta kelompok bersenjata yang bersekutu dengannya melakukan penggerebekan brutal terhadap permukiman warga Druze.
Kementerian Dalam Negeri Suriah mengakui bahwa bentrokan masih berlanjut hingga malam hari. Lembaga pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan bahwa sebanyak 21 warga sipil Druze menjadi korban eksekusi di kota Sweida dan sekitarnya. “Mereka termasuk di antara setidaknya 203 orang yang tewas dalam kekerasan sejak Minggu dini hari, termasuk 93 anggota pasukan keamanan, 71 warga Druze lainnya, dan 18 warga Badui,” sebut lembaga tersebut, dikutip AFP pada Rabu (16/07/2025).
Observatorium itu juga menyampaikan bahwa “pasukan dari Kementerian Pertahanan dan Dalam Negeri melakukan eksekusi lapangan terhadap 12 warga sipil setelah menyerbu wisma tamu keluarga Radwan di kota Suwayda”. Dalam insiden terpisah, kelompok bersenjata pro-pemerintah juga diduga menembak mati tiga saudara kandung di hadapan ibu mereka.
Pemimpin redaksi situs berita lokal Suwayda 24, Rayan Maarouf, mengungkapkan bahwa pasukan keamanan telah melakukan “praktik biadab”. Ia menambahkan, “Ada laporan warga sipil yang tewas, puluhan dari mereka tetapi kami tidak memiliki angka pasti”.
Di sisi lain, intervensi Israel turut memperkeruh situasi. Negara tetangga tersebut menyatakan telah melancarkan serangan terhadap “pasukan dan persenjataan rezim” Suriah yang dinilai mengancam komunitas Druze. “Kami bertindak untuk mencegah rezim Suriah melukai mereka dan untuk memastikan demiliterisasi wilayah yang berbatasan dengan Suriah,” ujar Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz dalam pernyataan bersama.
Tak lama setelah pernyataan tersebut, militer Israel mengonfirmasi serangan terhadap kendaraan militer Suriah di wilayah selatan Damaskus. Media pemerintah Suriah juga melaporkan adanya serangan dan menyebut bahwa sejumlah personel keamanan dan “beberapa warga sipil tak berdosa” menjadi korban.
Pemerintah Suriah, yang pada Sabtu sebelumnya mengirim utusan ke Azerbaijan untuk pertemuan tatap muka dengan pejabat Israel, mengutuk “dengan sekeras-kerasnya agresi Israel yang berbahaya” dan menegaskan bahwa mereka memiliki hak membela diri.
Utusan khusus Amerika Serikat, Tom Barrack, menyatakan bahwa kekerasan yang terjadi di Suriah selatan “mengkhawatirkan”. Ia mengatakan, “Washington menginginkan hasil yang damai dan inklusif bagi suku Druze, suku Badui, pemerintah Suriah, dan pasukan Israel.”[]
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan