Paulinus Ungkap Dugaan Penyerobotan Lahan 13,6 Hektar Oleh PT IPC

SAMARINDA – Persoalan dugaan penyerobotan lahan kembali mencuat di Kota Samarinda. Kali ini, lahan milik Hamadi Try Hudaya, warga RT 05 Kelurahan Handil Bakti, Kecamatan Palaran, diduga diserobot oleh PT Internasional Prima Coal (IPC). Kasus tersebut menjadi sorotan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda, Rabu (17/09/2025).

Dalam forum tersebut, pengacara Paulinus Dugis yang mendampingi pemilik lahan menegaskan bahwa PT IPC harus bertanggung jawab dan memberikan ganti rugi atas lahan seluas 13,6 hektare yang telah dirusak atau digali perusahaan. Menurutnya, lahan itu masih berstatus milik kliennya dan belum pernah dijual.

Menurut Paulinus, masalah berawal ketika alat berat perusahaan merusak lahan yang masih terdapat pondok dan tanaman produktif milik Hamadi. Pemilik lahan mengklaim masih memegang dokumen legalitas kepemilikan yang ditandatangani pejabat kecamatan serta disahkan saksi batas. Namun, di sisi lain, PT IPC juga mengklaim telah membeli lahan tersebut dari 15 orang berbeda.

“Bahwa surat-surat kami itu sudah sangat jelas ditandatangani oleh pihak pemerintah dan para saksi batas, serta menurut informasinya para saksi batas lahan mereka juga jadi korban pengerusakan dari PT IPC padahal lahannya belum dibebaskan oleh perusahaan,” ujar Paulinus usai menghadiri RDP dengan Komisi I DPRD Samarinda.

Ia menambahkan, pihaknya meminta agar DPRD Samarinda melakukan pemeriksaan lebih mendalam dengan meneliti dokumen kepemilikan baik yang dimiliki oleh kliennya maupun oleh PT IPC. Hal ini, kata dia, bisa dilakukan dengan mencocokkan data dalam buku register di kelurahan.

“Kami mendorong DPRD Samarinda melakukan investigasi terhadap pihak kelurahan untuk memastikan lahan yang telah dibebaskan PT IPC apakah lahan klien kami. Kalau sudah dibebaskan harusnya surat tanahnya diambil, namun sampai saat ini masih dipegang oleh klien kami,” jelas Paulinus.

Ia juga mempertanyakan kejelasan pihak yang disebut-sebut menerima pembayaran dari PT IPC. Menurutnya, jika benar pembebasan telah dilakukan, semestinya Hamadi selaku pemilik sah sudah menerima pembayaran. Namun kenyataannya, hingga kini sertifikat tanah masih ada pada Hamadi dan ia tidak pernah merasa menjual lahannya.

“PT IPC, kalau benar telah melakukan pembebasan lahan tersebut, kepada siapa? Karena pemilik hak yang sebenarnya belum menerima uang pembebasan lahan dan surat kepemilikannya masih dipegang. Dengan alasan itu pihaknya membawa masalah ini ke DPRD Samarinda,” tegas Paulinus.

Ia menambahkan, pasca terjadinya pengerusakan lahan, pihak PT IPC memang sempat melakukan pendekatan dan menyampaikan penawaran. Namun, proses tersebut tak pernah berlanjut hingga tahap pembayaran. Hal ini membuat pihaknya merasa dirugikan dan akhirnya memilih menempuh jalur politik melalui DPRD.

“PT IPC sempat melakukan penawaran dan ingin membayar lahan tersebut, tetapi tidak sampai tahap pembayaran,” tutup Paulinus.

Kasus ini menambah daftar panjang sengketa lahan di Samarinda, khususnya di wilayah yang menjadi lokasi aktivitas pertambangan dan perkebunan. Sengketa seperti ini kerap memunculkan ketegangan antara warga pemilik lahan dengan perusahaan.

Komisi I DPRD Samarinda sendiri menyatakan akan menindaklanjuti aduan ini dengan memanggil pihak terkait, baik dari perusahaan, kelurahan, maupun instansi pertanahan. DPRD berkomitmen untuk menelusuri legalitas kepemilikan agar masalah tidak berlarut-larut dan dapat ditemukan solusi yang adil bagi semua pihak.

Warga sekitar Handil Bakti menaruh harapan besar agar kasus ini bisa segera diselesaikan secara adil. Mereka menilai, kehadiran perusahaan seharusnya membawa manfaat, bukan justru menimbulkan kerugian bagi masyarakat pemilik lahan.

Sementara itu, PT IPC belum memberikan keterangan resmi terkait hasil RDP tersebut. Publik menunggu langkah perusahaan, apakah akan menempuh jalur hukum atau melakukan mediasi untuk mencapai penyelesaian damai.

Bagi DPRD Samarinda, kasus ini menjadi ujian dalam menjalankan fungsi pengawasan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat. Masyarakat berharap lembaga legislatif mampu bersikap tegas dan objektif, agar tidak ada lagi kasus serupa yang merugikan warga di kemudian hari. []

Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com