Pemakzulan Gibran Diusulkan, Istana Sebut Tak Perlu Direspons

JAKARTA – Istana Kepresidenan memilih tidak memberikan tanggapan atas kembali mencuatnya isu pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Isu tersebut muncul setelah beredarnya kabar mengenai surat dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI (FPP TNI) yang disebut telah dikirimkan ke DPR RI. Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro menyatakan bahwa dirinya mengetahui informasi mengenai surat itu dari pemberitaan media massa dan percakapan di berbagai grup komunikasi daring. “Apa ya, ya saya baca lah di media banyak beredar kan, berseliweran kan, mampir ke grup-grup WA,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan pada Kamis (05/06/2025).

Lebih lanjut, saat dimintai pendapat mengenai sikap resmi Istana terhadap isi surat tersebut, Juri menegaskan bahwa pemerintah tidak merasa perlu memberikan respons. “Enggak perlu direspon, enggak ada respon. Sudah lama itu sorotan. Ya, diserahkan kan ke DPR. Saya enggak tahu bagaimana respons DPR-MPR, saya enggak tahu. Nanti tanyalah pada DPR-MPR,” lanjutnya.

Di sisi lain, Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menyebut belum membaca surat yang dimaksud. Menurut Dasco, surat tersebut masih berada di tangan Sekretariat Jenderal DPR. Ia juga menjelaskan bahwa kehadirannya ke kompleks parlemen bukan untuk meninjau surat tersebut, melainkan untuk menandatangani dokumen lainnya. “Ini kan kebetulan reses, saya kan dateng, pak sekjennya tidak ada. Saya mau lihat suratnya, suratnya masih di Sekjen, jadi belum sempat baca,” katanya pada Rabu (4/6/2025).

Sementara itu, Sekjen DPR RI Indra Iskandar telah mengonfirmasi bahwa surat dari FPP TNI telah diterima dan telah diteruskan kepada pimpinan MPR dan DPR. Berdasarkan salinan dokumen yang beredar, surat tersebut bernomor 003/FPPTNI/V/2025, bertanggal 26 Mei 2025, dan ditujukan kepada Ketua DPR dan MPR periode 2024–2029. Dalam surat tersebut, FPP TNI menilai pencalonan Gibran Rakabuming Raka melanggar prinsip-prinsip hukum dan etika publik, karena melibatkan perubahan batas usia capres-cawapres melalui Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diputuskan oleh pamannya sendiri, Anwar Usman.

Dalam salinan surat itu disebutkan, “Dengan demikian, terbukti bahwa keputusan tersebut menunjukkan tidak independen karena adanya intervensi melalui relasi keluarga langsung (paman-keponakan) antara Ketua MK Anwar Usman dengan Sdr. Gibran Rakabuming Raka. Hal ini bertentangan dengan prinsip imparsialitas lembaga peradilan dan asas fair trial dalam hukum tata negara.”

Mayor Jenderal (Purn) Soenarko dari FPP TNI menegaskan bahwa tuntutan pemakzulan merupakan bentuk aspirasi yang tak hanya berasal dari kalangan purnawirawan, melainkan juga dari elemen masyarakat sipil. Ia menyebut Gibran telah melakukan pelanggaran dalam proses pencalonan karena tidak memenuhi syarat usia menurut ketentuan Undang-Undang Pemilu. Di sisi lain, Sekretaris FPP TNI Bimo Satrio juga menyampaikan keraguan terhadap kapasitas dan pengalaman Gibran untuk menduduki jabatan Wakil Presiden. “Sangat naif bagi negara ini bila memiliki seorang Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas untuk memimpin rakyat Indonesia sebesar ini,” katanya.

FPP TNI juga mencantumkan dugaan dugaan korupsi serta keterlibatan Gibran dalam akun daring bernama Fufufafa di Kaskus sebagai bagian dari landasan hukum pemakzulan. Mereka turut menyinggung laporan yang pernah dilayangkan ke KPK pada 2022 terkait Gibran dan adiknya, Kaesang Pangarep. “Berdasarkan uraian tersebut, kami mendesak agar DPR segera memproses pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka,” tertulis dalam surat tersebut.

Meski begitu, Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, menekankan bahwa surat tersebut tidak bisa langsung diproses. Menurutnya, mekanisme internal DPR harus diikuti dan perlu pertimbangan lebih lanjut. “Hemat saya, kalau disampaikan DPR sudah menerima suratnya, itu tidak ujug-ujug diproses,” katanya. Said menambahkan, publik di DPR masih asing dengan istilah pemakzulan dan saat ini lembaga legislatif lebih fokus pada tantangan objektif bangsa ke depan. “Tantangan global geopolitik, sikap-sikap negara-negara besar yang bahasa saya melakukan proteksionisme atau deglobalisasi itu justru yang menjadi perhatian utama,” ujarnya.

Wakil Ketua MPR RI Bambang Wuryanto juga mengutarakan bahwa belum tentu surat dari FPP TNI akan langsung dibahas dalam rapat pimpinan MPR. Ia menjelaskan, keputusan untuk membahas surat diambil berdasarkan penilaian dari sekretariat MPR atas penting atau tidaknya isi surat. Bambang menyebut bahwa biasanya surat yang diprioritaskan berasal dari institusi resmi negara. “Kalau surat resmi masuk ke pimpinan MPR itu kan masuknya ke sekretariat. Di sekretariat itu kalau itu dianggap penting, baru kami lakukan rapat pimpinan MPR untuk memutuskan bagaimana respons terhadap masukan surat tersebut,” katanya.

Peneliti politik dari Populi Center, Usep Saepul Ahyar, menilai secara mekanisme politik, pemakzulan Gibran melalui DPR memang memungkinkan, tetapi kecil kemungkinan berhasil karena dukungan politik mayoritas di parlemen berada di pihak pendukung Gibran. Menurut Usep, faktor politik akan sangat menentukan kelanjutan dari tuntutan ini.

Sementara itu, Said Abdullah dari Fraksi PDI Perjuangan menegaskan bahwa meskipun surat sudah diterima, DPR tetap akan membahasnya dalam rapat internal dan kemudian diputuskan melalui Badan Musyawarah. Ia mengimbau masyarakat untuk bersabar menunggu sikap resmi DPR. “Bersabar, mari kita lihat perkembangannya seperti apa,” ujarnya.

Forum Purnawirawan Prajurit TNI sebelumnya telah menyatakan bahwa Gibran layak dimakzulkan karena pelanggaran hukum serta tidak menunjukkan kontribusi signifikan dalam enam bulan menjabat. Forum itu menyebut bahwa keberadaan Gibran di kursi Wakil Presiden justru menjadi beban bagi Presiden Prabowo Subianto. []

Redaksi11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X