Pemangkasan DBH Ancam Pembangunan di Kutim

KUTAI TIMUR – Isu pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) tahun 2026 menimbulkan kegelisahan bagi Pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Rencana pemangkasan tersebut berpotensi mengurangi ruang fiskal daerah secara signifikan, sehingga bisa berdampak langsung pada jalannya pembangunan dan pelayanan masyarakat.

Wakil Bupati Kutai Timur, Mahyunadi, mengaku memilih berhati-hati menyikapi isu tersebut. Menurutnya, kabar yang beredar masih simpang siur, sehingga perlu konfirmasi lebih lanjut. “Isunya DBH Kutim bakal dipangkas hingga 75 persen dari tahun 2025. Namun, di sisi lain saya juga mendapatkan kabar bahwa pemangkasan DBH sebesar 50 persen,” ungkapnya, Minggu (28/09/2025).

Ia menambahkan, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur sejauh ini tidak tinggal diam. Lobi-lobi terus dilakukan agar alokasi DBH tidak mengalami penurunan tajam.

“Kita lagi lobi-lobi ke Pemerintah Pusat agar tidak turun signifikan, karena kalau turun signifikan akan berdampak terhadap masyarakat kita, mudah-mudahan dengan Menteri yang baru ini ada perubahan, harapannya jangan dipotong,” jelas Mahyunadi.

Kalimantan Timur, termasuk Kutai Timur, dikenal sebagai daerah penghasil sumber daya alam, terutama dari sektor pertambangan dan perkebunan. Kontribusi ini menjadi tumpuan besar penerimaan negara, namun di sisi lain, APBD daerah masih sangat bergantung pada dana transfer dari pusat.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kutai Timur, Rizali Hadi, mengungkapkan Pemkab Kutim terus menjalin koordinasi dengan Pemprov Kaltim serta pemerintah pusat. Upaya ini dilakukan agar daerah penghasil tetap mendapat porsi DBH yang adil.

“Perkiraan (dana transfer ke daerah) tahun depan, sekitar Rp 3,9 triliun itu sudah termasuk DD (Dana Desa) dan DAK (Dana Alokasi Khusus), jadi perkiraan kita hanya Rp 3,2 triliun yang untuk belanja,” terangnya.

Menurut Rizali, angka tersebut jelas lebih kecil dibandingkan kebutuhan belanja daerah. Apabila DBH benar-benar turun drastis, maka dampaknya bisa meluas hingga menghambat program prioritas pembangunan, mulai dari infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga pelayanan sosial.

Kekhawatiran terbesar Pemkab Kutim adalah apabila pemangkasan DBH berimplikasi pada masyarakat. Berkurangnya kemampuan fiskal akan memengaruhi kualitas layanan publik. Program pembangunan yang seharusnya berjalan berkesinambungan, bisa terhambat atau bahkan tertunda.

Mahyunadi menekankan, pemerintah daerah tetap menaruh harapan pada kebijakan menteri keuangan yang baru agar ada perubahan arah kebijakan transfer ke daerah. Ia mengingatkan bahwa Kutai Timur memiliki peran vital sebagai penyumbang devisa negara. “Kalau turun signifikan akan berdampak terhadap masyarakat kita,” ujarnya menegaskan.

Meski isu pemangkasan DBH masih sebatas rumor, Pemkab Kutim menganggap penting untuk terus memperjuangkan kepentingan daerah. Lobi intensif diharapkan membuahkan hasil positif, sehingga daerah penghasil tetap mendapat alokasi wajar sesuai kontribusi yang diberikan kepada negara.

Dengan begitu, program pembangunan dan pelayanan masyarakat tetap dapat berjalan optimal, tanpa harus tersendat oleh keterbatasan anggaran. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com