KUTAI KARTANEGARA – Ratusan pembudidaya kerang dara di Muara Badak kini menghadapi ketidakpastian ekonomi akibat dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS).
Pada 5 Februari lalu, Persatuan Budidaya Kerang Dara menggelar aksi besar di depan gerbang PT PHSS. Selanjutnya, mereka difasilitasi dalam mediasi yang melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Namun, hingga saat ini, hasil mediasi tersebut belum memberikan kepastian solusi.
“Kami sudah beberapa kali dimediasi, tapi hasilnya nol. PT PHSS tetap pasif, tidak ada langkah nyata untuk membantu kami,” ucap Riswan Perwakilan Persatuan Budidaya Kerang Dara Muara Badak, Selasa (11/02/2025).
Sebelumnya, para pembudidaya mengajukan permintaan tali asih sebesar Rp10 juta per orang untuk 299 orang yang terdampak.
Namun, hingga saat ini, PT PHSS belum merealisasikan permintaan tersebut dan tetap bersikeras menunggu hasil uji laboratorium yang diperkirakan baru akan keluar dalam dua bulan mendatang.
Bagi para pembudidaya, penantian ini sangat berat. Tanpa adanya penghasilan dari kerang dara yang terdampak pencemaran, mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
“Dua bulan bukan waktu yang sebentar bagi kami yang kehilangan mata pencaharian. Mau makan apa kami?” tambah Riswan.
Selain itu, Riswan menyampaikan bahwa Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) telah menyarankan agar PT PHSS menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai solusi sementara.
Namun, pihak perusahaan beralasan bahwa pencairan dana CSR harus melalui prosedur tertentu yang tidak dapat dilakukan secara instan.
Di tengah kondisi ini, para pembudidaya semakin terdesak, sementara harapan untuk solusi yang cepat masih belum terwujud. []
Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita