Pemda Kalbar Diminta Tindaklanjuti Temuan BPK

PONTIANAK  – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kalimantan Barat memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada 13 pemerintah daerah (pemda) di wilayahnya atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2024. Opini ini merupakan indikator pengelolaan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi pemerintah dan bebas dari kesalahan material.

Kepala Perwakilan BPK Kalbar, Sri Haryati, mengumumkan daftar pemda penerima opini WTP dalam acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang digelar di kantor BPK Kalbar, Pontianak, Senin (29/5). “Adapun 13 pemda penerima opini WTP tersebut adalah Kota Pontianak, Kota Singkawang, Kabupaten Sambas, Mempawah, Ketapang, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, Bengkayang, Landak, Sekadau, Kayong Utara, dan Kubu Raya,” ujar Sri Haryati.

Menurut Sri Haryati, capaian ini mencerminkan komitmen kuat pemda dalam menerapkan tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel, serta taat pada peraturan perundang-undangan. “Pemerintah daerah yang memperoleh WTP menunjukkan komitmen terhadap tata kelola keuangan yang transparan, akuntabel, dan patuh terhadap peraturan perundang-undangan,” tambahnya.

Namun, tidak semua pemda berhasil mendapatkan opini WTP. Kabupaten Melawi mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) karena BPK menemukan sejumlah masalah signifikan, termasuk pada belanja barang dan jasa Bantuan Operasional Sekolah (BOSP), belanja hibah, belanja modal, transfer bantuan ke desa, dan utang belanja.

Selain itu, BPK juga menyoroti berbagai permasalahan yang masih terjadi secara umum di seluruh pemda Kalbar. Pengelolaan pendapatan daerah belum optimal, terutama terkait potensi sumber penerimaan seperti tambang Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta retribusi pemanfaatan aset daerah. Di sisi belanja, beberapa pemda masih melakukan kelebihan pembayaran gaji dan honorarium, kesalahan penganggaran, serta penggunaan anggaran perjalanan dinas dan bahan bakar yang tidak sesuai ketentuan.

BPK juga mencatat bahwa pengelolaan aset tetap dan persediaan belum sepenuhnya tertib, terutama dalam hal validasi piutang dan penatausahaan aset.

Sri Haryati menegaskan bahwa hasil pemeriksaan BPK harus mendapat perhatian serius dan ditindaklanjuti oleh masing-masing pemda dalam jangka waktu 60 hari sesuai dengan Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004. “Rekomendasi yang kami sampaikan hendaknya menjadi perhatian serius demi meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah dan pelayanan publik,” ujarnya.

Dengan pencapaian ini, BPK berharap semakin banyak pemda di Kalimantan Barat yang mampu menerapkan prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan transparansi, sehingga pengelolaan keuangan daerah dapat mendukung kesejahteraan masyarakat secara maksimal. []

Redaksi10

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X