Pemerasan Aparat Terbongkar, Kajari HSU Dijerat KPK

JAKARTA – Skandal penegakan hukum kembali mencuat dari Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemerasan dalam penegakan hukum yang melibatkan Kejaksaan Negeri HSU untuk tahun anggaran 2025–2026.

Penetapan tersangka diumumkan oleh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (19/12/2025), didampingi Juru Bicara KPK Budi Prasetyo. Kasus ini menjadi sorotan tajam karena menyeret aparat penegak hukum yang seharusnya berada di garis depan pemberantasan korupsi.

Operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan pada Kamis (18/12/2025), berawal dari laporan pengaduan masyarakat. Dalam operasi tersebut, KPK mengamankan 21 orang, dengan enam pihak di antaranya dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif.

Enam pihak itu yakni APN, Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara periode Agustus 2025 hingga kini; ASB, Kepala Seksi Intelijen Kejari HSU; RHM, Kepala Dinas Pendidikan HSU; YMD, Kepala Dinas Kesehatan HSU; RR, pihak rekanan atau kontraktor; serta satu pihak lain yang berperan sebagai perantara.

KPK mengungkap, sejak menjabat sebagai Kajari HSU pada Agustus 2025, APN diduga menerima aliran dana sedikitnya Rp842 juta, baik secara langsung maupun melalui perantara. Dana tersebut diduga berasal dari pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah, termasuk Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas PUPR, hingga RSUD HSU.

Modus yang digunakan adalah ancaman tidak menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat atau LSM terkait dugaan penyimpangan anggaran apabila permintaan uang tidak dipenuhi.

Pada periode November–Desember 2025, aliran dana tersebut terbagi dalam dua klaster. Klaster pertama melalui perantara RHM dan EVN (Direktur RSUD HSU) dengan total sekitar Rp505 juta, masing-masing Rp270 juta dan Rp235 juta. Klaster kedua melalui perantara ASB dari YMD sebesar Rp149,3 juta, ditambah dugaan penerimaan lain Rp63,2 juta pada periode Februari–Desember 2025.

Tak hanya pemerasan eksternal, KPK juga mengendus dugaan penyimpangan internal di lingkungan Kejari HSU. APN diduga melakukan pemotongan anggaran internal melalui bendahara untuk kepentingan pribadi, termasuk pengajuan tambahan uang persediaan (TUP) sebesar Rp257 juta tanpa SPPD, serta pemotongan dari sejumlah unit kerja.

Selain itu, APN juga diduga menerima penerimaan lain sebesar Rp450 juta, termasuk transfer Rp45 juta ke rekening pribadinya dari Dinas PUPR dan Sekretariat DPRD HSU pada Agustus–November 2025.

Sementara itu, perantara THR (Datun) disebut menerima aliran dana hingga Rp1,07 miliar, yang terdiri atas Rp930 juta dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU (2022) dan Rp140 juta dari pihak rekanan pada 2024.

Kasus ini menegaskan komitmen KPK untuk menindak tegas praktik korupsi di sektor penegakan hukum, sekaligus menjadi peringatan keras bahwa jabatan dan kewenangan tidak boleh dijadikan alat pemerasan. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com