JAKARTA – Pemerintah mulai menggeser pendekatan pembangunan infrastruktur digital dengan memperluas peran sektor swasta, terutama dalam memperkuat konektivitas di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Langkah ini diambil untuk mengurangi ketergantungan pada anggaran negara, sekaligus mengejar target nasional “zero blank spot”.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI menyampaikan bahwa pemerintah tengah mencari formula pendanaan yang tidak sepenuhnya membebani APBN. Menurutnya, keterlibatan pihak swasta menjadi kunci penting dalam memperluas cakupan sinyal di seluruh penjuru Indonesia.
“Kalau bisa betul-betul tidak ada lagi yang tidak ada sinyal atau kita sebut sebagai zero blank spot. Untuk itu tentu perlu kerjasama pemerintah dengan swasta,” ujar Meutya.
Pemerintah pun tengah mengevaluasi pemberian insentif kepada operator swasta. Salah satu bentuk insentif yang sedang dikaji adalah penurunan biaya frekuensi. Meutya menyebutkan bahwa mekanisme serupa telah terbukti efektif di berbagai negara dan menjadi pemicu keterlibatan swasta dalam pembangunan di wilayah yang tidak menarik secara komersial.
“Contoh di beberapa negara lain kalau memang kita ingin mendorong swasta yang masuk maka perlu ada insentif yang diberikan kepada swasta termasuk kemungkinan penurunan biaya frekuensi,” tambahnya.
Meski demikian, Meutya menegaskan bahwa kebijakan pemberian insentif harus melalui proses lintas sektoral. Pemerintah ingin memastikan setiap langkah tetap sejalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas, termasuk melalui pembahasan bersama penegak hukum serta lembaga pengawas keuangan.
Tantangan konektivitas saat ini masih signifikan. Tercatat sekitar 12.500 desa belum memiliki akses sinyal yang memadai. Menkomdigi menyatakan bahwa fokus pemerintah juga diarahkan pada percepatan penyelesaian pembangunan infrastruktur di wilayah Papua, yang kini mendapat pengawasan dari Kejaksaan Agung.
“Program-program Bakti saat ini yang belum selesai, sebetulnya di pemerintah sebelumnya juga sudah diumumkan rata-rata sudah selesai lalu kami tersisa Papua, dan ketika Papua ini kita didampingi oleh Kejaksaan Agung sehingga pelaksananya bisa dilakukan dengan lebih baik atau good governance.” kata dia.
Sebagai bagian dari strategi jangka menengah, pemerintah juga mengkaji pelepasan spektrum frekuensi tambahan, seperti 700 MHz, 1,4 GHz, dan 2,6 GHz. Meutya optimistis langkah ini akan merangsang investasi swasta di wilayah yang masih mengalami kekosongan sinyal.
“Jadi ini yang kita harapkan bisa menghidupkan swasta untuk berinvestasi dan kita tentu dapat membuat komitmen-komitmen bahwa siapapun nanti yang melakukan pembangunan siapapun yang ditunjuk akan membangun di daerah-daerah yang memang saat ini sinyalnya belum tertutupi. Itu rencana kami ke depan dengan kehati-hatian.” pungkasnya.
Langkah pemerintah ini menandai pergeseran arah kebijakan yang lebih kolaboratif, dengan harapan mempercepat pemerataan akses digital yang menjadi fondasi transformasi ekonomi nasional. []
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan