TOKYO – Koalisi pemerintahan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba diperkirakan akan kehilangan mayoritas kursi di Majelis Tinggi berdasarkan proyeksi sejumlah media lokal pada Minggu (20/07/2025). Kekalahan ini berpotensi mengakhiri masa jabatan Ishiba sebagai perdana menteri.
Menurut proyeksi yang dirilis Nippon TV dan TBS berdasarkan hasil jajak pendapat, Partai Demokrat Liberal (Liberal Democratic Party/LDP) yang dipimpin Ishiba bersama mitra koalisinya, Komeito, hanya meraih sekitar 41 dari total 125 kursi yang diperebutkan. Jumlah tersebut tidak cukup untuk mempertahankan mayoritas di lembaga legislatif tersebut, yang membutuhkan minimal 50 kursi.
Situasi ini memperparah posisi Ishiba, yang sebelumnya telah membentuk pemerintahan minoritas setelah hasil pemilu Majelis Rendah pada Oktober 2024 tidak memberinya dukungan mayoritas. Kondisi ini terjadi tidak lama setelah ia menjabat sebagai perdana menteri dan menyerukan pemungutan suara cepat.
Partai Sanseito, partai populis berhaluan kanan, menunjukkan lonjakan suara yang signifikan dalam pemilu ini dengan prediksi kemenangan antara 10 hingga 22 kursi, menambah dua kursi yang telah mereka miliki di Majelis Tinggi yang beranggotakan 248 orang.
Toru Yoshida, profesor ilmu politik dari Universitas Doshisha, menyatakan kepada AFP bahwa jika koalisi gagal mempertahankan mayoritas, maka Ishiba mungkin akan dipaksa mundur. “Jepang dapat memasuki dimensi yang tidak diketahui dimana pemerintah yang berkuasa menjadi minoritas di majelis rendah dan majelis tinggi, sesuatu yang belum pernah dialami Jepang sejak Perang Dunia II,” katanya.
LDP yang berhaluan kanan-tengah telah memimpin pemerintahan Jepang hampir tanpa henti sejak tahun 1955. Ishiba sendiri baru berhasil menjadi perdana menteri pada September tahun lalu dalam upaya kelimanya, dan segera menggelar pemilu umum. Namun langkah ini dinilai menjadi bumerang karena hasil pemilu justru membuat koalisinya kehilangan pijakan dan memerlukan dukungan dari partai oposisi, yang pada gilirannya memperlambat proses legislatif.
Skandal pendanaan yang membayangi LDP serta ancaman tarif impor sebesar 25 persen dari Amerika Serikat jika kesepakatan dagang tidak tercapai sebelum 1 Agustus turut mempersulit posisi koalisi. Meskipun Ishiba telah melakukan berbagai upaya diplomatik, termasuk mengirim utusan perdagangan ke Washington D.C. sebanyak tujuh kali dan bertemu langsung dengan Presiden Donald Trump pada Februari, belum ada kesepakatan konkret yang dicapai.
Terakhir kali LDP dan Komeito gagal mempertahankan mayoritas di Majelis Tinggi terjadi pada tahun 2010. Sebelumnya, kekalahan juga terjadi pada 2007, yang diikuti oleh peralihan kekuasaan pada 2009 ketika Partai Demokrat Jepang, yang kini telah bubar, mengambil alih pemerintahan selama tiga tahun.
Di tengah ketidakpastian ini, pihak oposisi pun tidak berada dalam posisi yang solid. Fragmentasi internal membuat kemungkinan terbentuknya pemerintahan alternatif sangat kecil.
NHK melaporkan bahwa lebih dari 21 juta warga telah memberikan suara lebih awal. Jumlah ini setara dengan lebih dari 20 persen pemilih terdaftar dan meningkat 5 juta dibandingkan dengan pemilu tiga tahun lalu.
Majelis Tinggi Jepang terdiri dari 248 kursi dan setengahnya diperebutkan setiap tiga tahun melalui sistem distrik pemilihan tunggal dan perwakilan proporsional. Pemilu kali ini banyak dipengaruhi oleh isu kenaikan biaya hidup, sistem jaminan sosial, penurunan populasi, serta kebijakan luar negeri.
Bagi LDP dan Komeito, tantangan utama adalah meraih minimal 50 kursi agar dapat mempertahankan mayoritas di Majelis Tinggi. Hasil resmi diperkirakan akan diumumkan dalam beberapa hari ke depan.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan