KUALA LUMPUR – Para pemimpin Asia Tenggara menggelar pertemuan puncak di Kuala Lumpur pada Senin (26/5), menandai pertemuan pertama sejak kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengacaukan tatanan ekonomi global. Dalam pertemuan ini, negara-negara anggota diperkirakan akan menyampaikan kekhawatiran mendalam atas kebijakan tarif sepihak yang diberlakukan AS.
Selain membahas isu tarif, KTT ASEAN juga menyoroti sejumlah masalah regional mendesak, termasuk upaya meningkatkan tekanan terhadap junta militer Myanmar serta membahas proses aksesi Timor Leste sebagai anggota baru blok tersebut. Timor Leste dianggap telah membuat kemajuan berarti dalam menjalankan peta jalan keanggotaan dan mendapat dukungan kuat dari anggota ASEAN. Negara-negara peserta diperkirakan akan memulai prosedur hukum domestik masing-masing demi penyelesaian proses tersebut pada pertemuan puncak berikutnya di Oktober mendatang.
Pada Selasa (27/5), para pemimpin ASEAN akan bertemu dengan perwakilan dari Tiongkok serta negara-negara Teluk—Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab—untuk memperkuat aliansi ekonomi yang beragam menghadapi ketidakpastian global. Kehadiran delegasi tersebut menunjukkan upaya ASEAN menerapkan strategi diplomasi multi-alignment.
Menteri Perdagangan Malaysia Zafrul Aziz menyatakan pentingnya dialog berkelanjutan dengan Amerika Serikat, namun menegaskan perlunya dukungan terhadap prinsip multilateralisme dan tatanan perdagangan global berbasis aturan yang dipimpin oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Menurut rancangan pernyataan yang diperoleh AFP, ASEAN akan menyampaikan “kekhawatiran mendalam atas penerapan tindakan tarif sepihak” yang memunculkan tantangan kompleks bagi kawasan.
Meski demikian, ASEAN memastikan tidak akan melakukan tindakan balasan berupa tarif terhadap Amerika Serikat, melainkan berfokus memperluas hubungan dagang dengan blok lain, termasuk Uni Eropa, serta meningkatkan perdagangan intra-ASEAN.
Terkait Myanmar, Malaysia mengupayakan tekanan lebih besar kepada junta militer yang hingga kini belum mematuhi kesepakatan damai lima poin yang disepakati ASEAN pada 2021. Pemimpin Myanmar dilarang menghadiri KTT karena kegagalan tersebut. Menteri Luar Negeri Malaysia Mohamad Hasan menegaskan pentingnya pemerintah Myanmar menunaikan komitmen yang telah disepakati, terutama dalam menghentikan kekerasan.
Meski gencatan senjata diperpanjang pascagempa bumi mematikan, pertempuran yang berlanjut memunculkan keraguan atas efektivitasnya. ASEAN terus berusaha mencari solusi diplomatik demi mengakhiri konflik yang bermula dari kudeta militer pada Februari 2021.
Secara keseluruhan, KTT ini menjadi momentum penting bagi ASEAN untuk menegaskan sikap bersama menghadapi dinamika global dan masalah internal kawasan, sekaligus memperkuat solidaritas dan integrasi ekonomi di tengah tantangan yang terus berkembang. []
Redaksi11