Pengamat: Sengketa Tanah Bisa Dicegah Jika BPN Teliti

PONTIANAK – Maraknya sengketa tanah di Kalimantan Barat (Kalbar) kembali menjadi sorotan publik. Banyak pihak menilai, instansi terkait yang berwenang dalam penerbitan legalitas tanah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN), memiliki peran penting dalam mencegah persoalan tersebut.

Pengamat Kalbar, Dr. Herman Hofi Munawar, menegaskan bahwa sengketa tanah sejatinya dapat dihindari apabila BPN menjalankan proses penerbitan sertifikat tanah dengan penuh ketelitian dan sesuai prosedur yang berlaku. “Terjadi sengketa tanah tidak akan pernah terjadi jika BPN betul-betul teliti dan mengikuti semua tahapan secara akurat dan prosedural dalam proses penerbitan sertifikat tanah. Jika dilakukan dengan benar, sangat kecil kemungkinan terjadinya sertifikat ganda, tumpang tindih, atau sengketa tanah,” ujarnya.

Ia menjelaskan, dalam penerbitan sertifikat tanah, sudah ada regulasi dan prosedur yang menjadi pedoman bagi petugas BPN. Namun, ada sejumlah poin krusial yang kerap diabaikan dan justru menjadi pemicu sengketa. “Dalam proses penerbitan sertifikat, petugas BPN harus melakukan pengecekan riwayat tanah. Mereka harus dapat memastikan keakuratan data tersebut. Pertanyaannya, hal seperti ini sudah dilakukan atau belum oleh petugas BPN?” katanya.

Selain pengecekan riwayat tanah, proses pengukuran lahan juga menjadi aspek penting. Menurut Herman, kecermatan dalam pemetaan akan menentukan batas-batas tanah yang akurat. “Kesalahan dalam pengukuran dapat menyebabkan tumpang tindih atau klaim batas tanah yang salah. Oleh sebab itu, kehadiran saksi batas tanah saat pengukuran menjadi sangat penting,” tegasnya.

Lebih lanjut, Herman juga menyoroti pentingnya verifikasi menyeluruh terhadap seluruh dokumen pendukung, seperti akta jual beli, hibah, warisan, dan identitas pihak yang terlibat. Ia mengingatkan, kelalaian dalam tahap ini membuka peluang terjadinya pemalsuan dokumen. “Ketika petugas BPN tidak cermat atau asal-asalan dalam verifikasi, sangat besar peluang terjadinya pemalsuan dokumen. Bahkan bisa terjadi permainan antara oknum BPN dengan pemohon sertifikat, apalagi jika pemohon memiliki akses kekuasaan atau ekonomi. Maka pengambilalihan lahan milik orang lain bisa terjadi,” tuturnya.

Tak kalah penting, lanjutnya, adalah proses pengumuman permohonan sertifikat di kantor desa atau kelurahan, bahkan media massa jika diperlukan, untuk memberi kesempatan pihak-pihak yang keberatan mengajukan sanggahan. “Ketelitian BPN dalam menindaklanjuti keberatan ini juga sangat krusial,” ucapnya.

Herman juga menyoroti pentingnya integrasi data dalam sistem informasi pertanahan milik BPN. “Jika dijalankan dengan teliti, sistem ini seharusnya dapat langsung mendeteksi potensi tumpang tindih atau kejanggalan data,” tandasnya.

Selain itu, ia mengingatkan bahwa kelengkapan arsip pertanahan (warkah) di BPN kerap bermasalah. “Sering kali data pertanahan yang disimpan tidak lengkap, tidak akurat, atau bahkan hilang. Ini sangat mempersulit penelusuran riwayat tanah oleh petugas BPN berikutnya. Ada juga kasus data yang hilang karena ulah oknum yang sengaja memanipulasi data atau dokumen,” beber Herman.

Ia pun menegaskan bahwa BPN harus bertanggung jawab atas maraknya sengketa tanah, bahkan dugaan praktik mafia tanah. “Yang sangat menyakitkan masyarakat, ketika komplain ke BPN atas produk mereka, dengan santainya petugas BPN mengucapkan, ‘Gugat saja ke pengadilan’,” pungkasnya. []

Admin 02

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com