Pengangguran Sarjana Tembus 13,89%, Job Fair Membludak

JAWA BARAT – Kericuhan yang terjadi saat pelaksanaan acara Job Fair Bekasi Pasti Kerja Expo yang diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi pada Selasa (27/05/2025) di Convention Center President University, Cikarang Utara, mengungkap potret nyata krisis ketenagakerjaan yang tengah melanda Indonesia. Ribuan pencari kerja yang hadir tampak saling berdesakan hingga menyebabkan situasi tidak kondusif, bahkan terjadi perkelahian ketika berebut untuk memindai QR code pendaftaran. Akibat insiden tersebut, belasan orang dilaporkan pingsan.

Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi, Nur Hidayah Setyowati, menyebutkan bahwa acara tersebut diikuti oleh sekitar 25.000 pencari kerja, sementara jumlah lowongan yang tersedia hanya 2.517 dari 64 perusahaan yang berpartisipasi. Ketimpangan antara jumlah pencari kerja dan ketersediaan lapangan kerja menjadi faktor pemicu kericuhan di lokasi.

Fenomena ini turut disorot dalam laporan singkat BDS Alliance yang diterbitkan oleh Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (Makpi). Laporan tersebut menilai bahwa peristiwa ini mencerminkan ketatnya persaingan dalam memperoleh pekerjaan di dalam negeri.

Berdasarkan data dari Survei Angkatan Kerja Nasional yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 Mei 2025, jumlah angkatan kerja di Indonesia per Februari 2025 tercatat sebanyak 149,38 juta orang. Dari total tersebut, 4,76% atau sekitar 7,28 juta orang masih menganggur. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan bahwa angka ini mengalami kenaikan dari 7,20 juta pada tahun sebelumnya.

Kenaikan tingkat pengangguran tersebut terutama terjadi pada kelompok lulusan perguruan tinggi. Data BPS menunjukkan bahwa tingkat pengangguran untuk lulusan D-IV hingga S-3 pada Februari 2025 mencapai 6,23%, meningkat dibandingkan Februari 2024 sebesar 5,63%, dan Februari 2023 sebesar 5,52%. Proporsi pengangguran dari kelompok sarjana juga meningkat tajam, dari 9,43% pada 2023 menjadi 13,89% tahun ini. Ini berarti terdapat sekitar 1,01 juta lulusan perguruan tinggi yang belum memperoleh pekerjaan.

Sebaliknya, tingkat pengangguran pada lulusan SMA dan SMK menunjukkan tren menurun. Untuk lulusan SMA, angka pengangguran turun menjadi 6,35% pada Februari 2025, dibandingkan 6,73% tahun sebelumnya. Untuk SMK, turun dari 8,62% menjadi 8%.

Survei Konsumen Bank Indonesia juga mencerminkan tantangan serupa. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja bagi kelompok sarjana berada pada angka 104,6 pada April 2025, turun dari 107,2 pada Maret dan 115,8 pada Februari. Penurunan ini mencerminkan menurunnya optimisme terhadap ketersediaan pekerjaan. Kelompok lulusan SMA bahkan telah dua bulan berada pada level pesimistis, dengan indeks hanya mencapai 95,4.

Ekonom dari LPEM FEB Universitas Indonesia memaparkan bahwa ketika ekonomi sedang melemah, tingkat pengangguran dari kelompok berpendidikan menengah dan tinggi cenderung meningkat lebih drastis. Saat krisis 1998 dan 2008, kelompok terdidik mencatatkan tingkat pengangguran di atas 10%, sedangkan kelompok berpendidikan rendah jauh lebih rendah.

Di tengah situasi yang kian sulit ini, gelombang pemutusan hubungan kerja juga belum menunjukkan tanda akan mereda. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Shinta Kamdani, menyampaikan bahwa sepanjang Januari hingga Maret 2025 terdapat 73.992 peserta BPJS Ketenagakerjaan yang berhenti karena terkena PHK. Kondisi ini selayaknya menjadi perhatian serius bagi pemerintahan Presiden Prabowo karena krisis ketenagakerjaan yang berkepanjangan dapat menimbulkan dampak sosial yang lebih luas. []

Redaksi11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X