LAMPUNG– Kecelakaan maut yang menimpa rombongan pengantin asal Bogor di tanjakan Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, Minggu (05/10/2025) pukul 13.00 WIB, bukan sekadar insiden lalu lintas biasa. Peristiwa yang menewaskan dua orang dari total 13 penumpang minibus itu menyisakan pertanyaan besar: sampai kapan pemerintah daerah dan DPRD setempat hanya menjadi penonton terhadap kondisi jalan berisiko tinggi tanpa tindakan nyata?
Kapolres Tanggamus, AKBP Rahmad Sudjatmiko membenarkan kejadian tersebut. “Benar, peristiwa lakalantas itu terjadi kemarin di tanjakan Sedayu. Ada dua penumpang yang meninggal dunia,” ujarnya, (06/10/2025). Polisi mencatat, korban merupakan bagian dari rombongan pengantin asal Bogor yang baru saja menghadiri resepsi di Kabupaten Pesisir Barat dan tengah dalam perjalanan pulang.
Meski pihak kepolisian telah melakukan penyelidikan, publik kembali mempertanyakan peran pengawasan dan penganggaran oleh DPRD Tanggamus yang seharusnya memastikan infrastruktur jalan, terutama di kawasan rawan seperti Semaka, memenuhi standar keselamatan. Tanjakan Sedayu bukan lokasi baru dalam daftar titik berbahaya. Beberapa kecelakaan pernah terjadi di jalur tersebut, namun upaya perbaikan atau pemasangan rambu peringatan tampak minim dan tak berkelanjutan.
Kecelakaan ini seharusnya menjadi sinyal keras bagi DPRD Lampung, khususnya Komisi yang membidangi infrastruktur dan transportasi, untuk turun tangan dan menuntut audit keselamatan jalan di seluruh wilayah rawan. Rencana pembangunan jalan sering kali diprioritaskan pada proyek baru yang bernilai politis tinggi, sementara titik-titik berisiko justru diabaikan.
“Selain dua korban meninggal dunia, tiga orang mengalami luka berat. Kami masih melakukan penyelidikan terkait peristiwa tersebut,” kata Rahmad menambahkan. Pernyataan ini semakin menegaskan bahwa persoalan keselamatan di jalur antarprovinsi di Lampung belum ditangani secara sistemik.
Kehadiran aparat setelah kejadian patut diapresiasi, namun upaya pencegahan jauh lebih penting daripada penanganan pascakecelakaan. DPRD tidak cukup hanya menggelar rapat dengar pendapat sesudah tragedi terjadi. Fungsi legislasi dan pengawasan mereka harus diarahkan untuk memastikan setiap anggaran infrastruktur daerah disertai analisis risiko dan evaluasi keselamatan berkala.
Selama fokus DPRD masih terjebak pada proyek seremonial dan laporan formal, masyarakat akan terus menjadi korban di jalanan berbahaya yang tak pernah dibenahi. Dua nyawa di tanjakan Sedayu hanyalah bagian dari daftar panjang kelalaian struktural yang mestinya dapat dicegah. Lampung membutuhkan tindakan nyata, bukan sekadar belasungkawa. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan