PALANGKA RAYA – Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah (Kalteng), Agustan Saining, mengungkap perkembangan penetapan dan pengelolaan Hutan adat di sejumlah daerah, termasuk upaya pengawasan aktivitas tambang ilegal yang sempat ditemukan di kawasan seperti Gunung Mas.
Menurut Agustan, hingga saat ini terdapat 16 unit Hutan adat di Kalteng, dengan 15 unit berada di Kabupaten Gunung Mas dan satu unit di Pulang Pisau. “Kalau di Kalimantan Tengah ini ada 16 unit Hutan adat itu. Ada di Gunung Mas, yang 15-nya. Kemudian ada 1 di Pulang Pisau,” ujar Agustan, Jumat, (14/11/2025). Beberapa wilayah lain masih dalam proses pengusulan penetapan Hutan adat.
Meski telah ditetapkan, implementasi pengelolaan Hutan adat belum berjalan optimal. Agustan menjelaskan, Hutan adat di Pulang Pisau sudah mulai berjalan, meski cakupannya belum signifikan. Sementara di Gunung Mas, pengaturan kelembagaan masih berlangsung sehingga belum sepenuhnya berjalan. “Di beberapa daerah masih dalam pengusulan. Kita juga apresiasi Hutan adat itu. Tetapi sampai dengan saat ini, yang jalan memang baru Pulang Pisau, tapi belum signifikan. Yang Gunung Mas masih mungkin, masih pengaturan kelembagaan, jadi belum jalan,” ujarnya.
Luasan Hutan adat terbesar berada di Gunung Mas, mencapai puluhan ribu hektar karena menyatu dalam satu wilayah pengelolaan, sementara Pulang Pisau memiliki cakupan yang lebih kecil. Menanggapi laporan aktivitas tambang ilegal di salah satu Hutan adat di Gunung Mas, Agustan menyebut pihaknya telah menurunkan tim Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk patroli dan penegakan aturan di lapangan. “Kita sudah meminta KPH-KPH untuk turun di situ, mereka sudah melakukan patroli dan sudah diberikan peringatan agar keluar dari kawasan,” tegasnya.
Namun, ia menegaskan penanganan tidak bisa dilakukan secara represif karena sebagian pelaku adalah warga lokal yang menggantungkan ekonomi sehari-hari pada aktivitas tersebut. “Karena yang rata-rata bekerja itu masyarakat dan untuk kebutuhan ekonomi sehari-hari, jadi kita tidak bisa memaksakan,” tambah Agustan. Ia juga mengakui bahwa kondisi hutan tidak sepenuhnya bersih dari aktivitas tambang ilegal. “Ya, mudah-mudahan, karena kadang-kadang ya kita ketahui sendiri. Masyarakat kalau urusan perut ini ketika kita pulang, tiba-tiba jalan lagi,” tuturnya.
Agustan menegaskan, pihaknya akan terus memantau dan mendorong pengelolaan Hutan adat secara berkelanjutan agar kawasan ini tetap lestari, sambil mencari solusi yang seimbang antara perlindungan lingkungan dan kebutuhan ekonomi masyarakat lokal. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan