Penjurusan di SMA Dikembalikan, Anak Jadi Kelinci Percobaan?

JAKARTA – Rencana pemerintah mengembalikan sistem penjurusan di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) menuai kritik dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, menilai perubahan kebijakan yang terjadi hampir setiap pergantian menteri justru merugikan peserta didik.

Dalam pernyataan resminya, Senin (14/04/2025), Satriwan menyebut bahwa sistem pendidikan Indonesia terlalu sering mengalami perubahan arah yang tidak berkesinambungan. Hal ini membuat pembangunan sumber daya manusia tidak memiliki pijakan kuat menuju visi Indonesia Emas 2045.

“Karena tiap lima tahun mulai dari 0 lagi, tak ada keberlanjutan. Lebih menyedihkannya, sekali lima tahun anak Indonesia akan selalu menjadi kelinci percobaan kebijakan pendidikan,” ujar Satriwan.

Ia juga menyoroti bahwa perubahan kebijakan, termasuk rencana menghidupkan kembali penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa, belum menyentuh akar persoalan pendidikan nasional. Menurutnya, indikator seperti literasi, numerasi, dan sains siswa Indonesia masih menunjukkan hasil yang rendah dalam berbagai studi internasional seperti PISA.

“Diskontinu dalam kebijakan pendidikan dapat berakibat tidak baik, sebab acuannya bukan ke RPJPN dan Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025–2045,” lanjutnya. Satriwan menambahkan, perubahan ini justru membingungkan guru, siswa, dan orang tua.

P2G meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, untuk mengevaluasi terlebih dahulu pelaksanaan Kurikulum Merdeka sebelum menerapkan kembali sistem penjurusan. Ia menilai kebijakan tersebut terlalu terburu-buru.

“Format jurusan kan baru saja dihapus dalam Kurikulum Merdeka. Kita belum lihat dampak dan efektivitasnya termasuk evaluasi IKM secara komprehensif belum ada. Menghidupkan kembali jurusan IPA/IPS terkesan tanpa kajian matang,” jelas Satriwan.

Menurutnya, Kurikulum Merdeka baru diimplementasikan secara luas pada 2024 dan membutuhkan waktu minimal enam tahun untuk dievaluasi secara menyeluruh.

Sebelumnya, Kemendikdasmen mengumumkan rencana untuk menghidupkan kembali sistem penjurusan di SMA guna menunjang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA), yang dirancang menggantikan Ujian Nasional. Mendikdasmen Abdul Mu’ti menyatakan bahwa TKA berbasis mata pelajaran, sehingga memerlukan struktur kurikulum yang mengacu pada jurusan.

“TKA itu nanti berbasis mata pelajaran. Sehingga, itu akan membantu para pihak, terutama untuk murid yang melanjutkan ke perguruan tinggi itu terlihat kemampuannya seperti apa,” ujar Mu’ti, Jumat (11/04/2025), di Jakarta.

Mu’ti menambahkan bahwa jurusan akan mempermudah proses seleksi pendidikan tinggi, karena TKA menguji kombinasi mata pelajaran umum dan spesifik sesuai jurusan.

Namun, kritik terhadap kebijakan ini juga muncul karena sebelumnya sistem penjurusan telah dihapus oleh Menteri Nadiem Makarim selama masa jabatannya. Alasan penghapusan kala itu adalah untuk memberi ruang bagi siswa memilih pelajaran sesuai minat tanpa dikotak-kotakkan.

Dengan adanya perbedaan pendekatan yang signifikan antarkepemimpinan, P2G berharap pemerintah tidak terburu-buru mengambil keputusan strategis tanpa kajian akademik yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan secara partisipatif. []

Redaksi03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com