JAKARTA – Kasus penyerobotan tanah masih marak terjadi di Indonesia, terutama di wilayah padat penduduk seperti Jakarta. Pelakunya dapat berupa perorangan hingga pengembang properti, dengan modus mengambil alih lahan kosong yang terlantar.
Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) DPC Jakarta Utara, Sabar Ompu Sunggu, mengungkapkan bahwa lahan yang sering diserobot umumnya memiliki kelemahan administratif atau fisik.
“Masyarakat perlu mengambil langkah preventif untuk melindungi aset tanah mereka,” tegas Sabar dalam wawancara bersama awak media, Minggu (16/02/2025).
Legalkan Kepemilikan dengan Sertifikat
Menurut Sabar, langkah utama mencegah penyerobotan adalah meningkatkan status kepemilikan tanah menjadi sertifikat hak milik (SHM). Tanah tanpa sertifikat rentan diklaim pihak lain, sebab dokumen tersebut menjadi bukti sah di mata hukum.
“Jika sudah bersertifikat, kecil kemungkinan tanah diserobot. Pemilik pasti akan berjuang mempertahankannya, apalagi jika sertifikatnya lebih tua dari klaim pengembang,” jelasnya.
Ia menambahkan, sertifikat juga memastikan kejelasan batas dan lokasi tanah. Syarat ini krusial apabila kasus sampai ke meja hijau.
“Berkas seperti girik tidak mencantumkan batas jelas, sehingga menyulitkan pembuktian di pengadilan,” ujarnya.
Meski ada kasus sertifikat palsu, Sabar menegaskan bahwa kebenaran akhirnya akan diuji melalui proses hukum.
Kuasai Fisik Tanah, Jangan Dibiarkan Menganggur
Selain aspek legal, Sabar menekankan pentingnya penguasaan fisik tanah. Lahan kosong yang tidak dimanfaatkan berpotensi memicu penyalahgunaan.
“Tanami saja dengan tanaman produktif seperti jagung atau bangun struktur sederhana. Ini menjadi bukti fisik bahwa tanah tersebut aktif dikuasai pemilik sah,” paparnya.
Meski bukan solusi hukum, pendudukan fisik dapat memperkuat posisi pemilik. Jika terjadi perusakan oleh penyerobot, pemilik berhak melaporkan tindakan kriminal tersebut.
“Semakin banyak bukti gangguan yang dilakukan penyerobot, semakin kuat posisi korban secara hukum,” tambah Sabar.
Pentingnya Kesadaran Hukum Masyarakat
Sabar mengingatkan, penyerobotan sering terjadi akibat kelalaian pemilik dalam mengamankan aset. Masyarakat harus proaktif memastikan dokumen kepemilikan lengkap dan memanfaatkan lahan secara produktif.
“Jangan sampai tanah dianggap res nullius (milik tidak bertuan) hanya karena dibiarkan menganggur bertahun-tahun,” tegasnya.
Ahli hukum properti ini juga mendorong pemerintah untuk mempercepat program pendaftaran tanah sistematis (PTSL) guna meminimalkan konflik.
Data Badan Pertanahan Nasional (BPN) mencatat, sekitar 40% tanah di Indonesia belum bersertifikat, menjadikannya rentan sengketa.
Upaya pencegahan, menurut Sabar, jauh lebih efektif daripada menyelesaikan konflik di pengadilan yang berlarut-larut.
“Lindungi tanah Anda sebelum orang lain mengklaimnya,” pungkasnya. []
Penulis: Muhammad Yusuf | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita