NUNUKAN – Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia di wilayah perbatasan kembali menunjukkan hasil, namun kasus ini sekaligus menyoroti kesenjangan pengawasan dan risiko berulang. Kantor Imigrasi Kelas II TPI Nunukan, Kalimantan Utara, mengungkap bahwa dua kasus penyelundupan manusia yang melibatkan warga negara Malaysia telah dinyatakan lengkap (P-21) dan siap dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Nunukan.
Kedua tersangka, Syurian bin Nandu dan Syamsul bin Asis, diduga mengangkut serta memfasilitasi keberangkatan WNI secara nonprosedural ke Kalabakan, Sabah, Malaysia. Operasi gabungan yang melibatkan PPNS Keimigrasian, Satgas Pamtas, BP3MI, dan Kejaksaan Negeri Nunukan berhasil menggagalkan aksi mereka di perairan rawan penyelundupan.
Dari hasil penyidikan, Syurian masuk ke wilayah Indonesia tanpa dokumen resmi dan menjemput empat WNI menggunakan perahu kayu bermesin, sedangkan Syamsul menyeberang dari Kalabakan menuju Dermaga Sei Ular, Nunukan, dengan perahu bermesin 15 PK. Kedua modus ini disebut Kepala Kantor Imigrasi Nunukan, Adrian Soetrisno, bukan hal baru.
“Setiap tahun selalu ada upaya serupa. Ada yang menggunakan perahu kecil, ada pula yang lewat jalur tradisional dengan alasan kunjungan keluarga, padahal sebenarnya mengangkut pekerja migran ilegal,” ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (17/10/2025).
Meskipun penyidikan dilakukan profesional, kasus ini memperlihatkan celah pengawasan di wilayah perbatasan yang kerap dimanfaatkan jaringan penyelundup. Adrian menekankan pentingnya kolaborasi lintas lembaga, tetapi fakta di lapangan menunjukkan mobilitas nonprosedural WNI masih tinggi, terutama karena kedekatan geografis dan kultural antara Nunukan dan Kalabakan.
Kedua tersangka dijerat Pasal 120 ayat (2) dan/atau Pasal 113 UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar. Adrian menyebut, pola penyelundupan cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir meski jumlahnya fluktuatif.
Selain penindakan, pihak Imigrasi Nunukan juga menekankan pentingnya edukasi masyarakat perbatasan, yang kerap tidak memahami risiko hukum dan keselamatan. Banyak warga hanya ingin mencari pekerjaan, tetapi terjebak jaringan calo dan penyelundup.
“Kita harap kasus ini menjadi preseden penting dan peringatan keras bagi siapa pun yang mencoba bermain-main dengan praktik penyelundupan manusia,” pungkas Adrian, sambil menekankan perlunya pengawasan lebih ketat di jalur laut dan darat rawan seperti Sei Ular, Sungai Nyamuk, dan Tanjung Aru.
Kasus ini menegaskan bahwa keberhasilan penindakan hanyalah satu sisi dari masalah; pencegahan dan pengawasan menyeluruh masih menjadi tantangan besar bagi aparat di wilayah perbatasan. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan