Perang Total Lawan Narkoba

BONDOWOSO – Bahaya narkoba kembali menjadi sorotan publik setelah kasus yang melibatkan pesohor Ammar Zoni bersama lima orang lainnya terungkap, bahkan ketika mereka masih berada di balik jeruji penjara. Kasus ini memperlihatkan bahwa peredaran narkoba bukan sekadar persoalan hukum, tetapi juga ancaman serius bagi ketahanan bangsa.

Lembaga pemasyarakatan yang seharusnya menjadi tempat pembinaan justru masih bisa disusupi oleh jaringan pengedar narkoba. Tindakan tegas berupa pemindahan Ammar Zoni dan rekan-rekannya ke Lapas Nusakambangan di Jawa Tengah diharapkan dapat memberi efek jera bagi para pelaku.

Fenomena tersebut menunjukkan bahwa peredaran narkoba memiliki kemiripan dengan gerakan terorisme: selalu mencari celah, terus beradaptasi, dan sulit dipantau oleh aparat penegak hukum

Upaya pemberantasan narkoba terus dilakukan. Badan Narkotika Nasional (BNN) RI baru-baru ini mengungkap pembuatan sabu-sabu di sebuah apartemen di Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten.

Dalam penggerebekan itu, BNN menangkap dua pelaku berinisial IM dan DF yang diketahui telah mengoperasikan rumah produksi tersebut selama enam bulan. Dari hasil pemeriksaan, mereka diperkirakan meraup keuntungan hingga Rp1 miliar.

Keuntungan besar dalam waktu singkat inilah yang menjadi daya tarik utama bagi para pelaku bisnis gelap tersebut. Produsen dan pengedar terjerat “kecanduan” pada uang, sementara pengguna terikat pada kecanduan zatnya. Selama masih ada permintaan, suplai akan terus berputar—sebuah hukum ekonomi yang juga berlaku dalam perdagangan narkoba.

Pemberantasan narkoba memerlukan strategi ganda yang saling melengkapi: penegakan hukum yang tegas serta pemutusan rantai ketergantungan pengguna melalui rehabilitasi dan edukasi masyarakat.

Tantangan besar di lapangan adalah kecepatan dan kecerdikan para pelaku. Setiap kali aparat menekan satu titik, jaringan lain muncul di tempat berbeda. Kondisi ini sering diibaratkan seperti “teori balon”—ketika satu sisi ditekan, sisi lain menggelembung.

Namun demikian, aparat negara tak boleh surut. “Strategi pencet balon” justru bisa dibalik: ketika satu wilayah ditindak, wilayah lain harus bersiap melakukan pengawasan dan operasi lanjutan.

Pola peredaran narkoba yang semakin kompleks juga menunjukkan bahwa para pelaku bukan orang biasa. Mereka memiliki modal besar dan kemungkinan kuat berjejaring dengan sindikat luar negeri.

Presiden Prabowo pernah menegaskan, dirinya tidak gentar terhadap siapa pun yang berupaya mengacaukan negara, termasuk koruptor. Semangat yang sama perlu diterapkan dalam perang melawan narkoba—penegakan hukum harus tegas, konsisten, dan tidak bisa dinegosiasikan.

Pemberantasan narkoba tidak dapat hanya dibebankan pada aparat hukum. Ini adalah tanggung jawab kolektif seluruh warga negara, tanpa memandang profesi atau status sosial.

Kewaspadaan masyarakat terhadap lingkungan sekitar menjadi kunci utama. Melaporkan aktivitas mencurigakan kepada aparat desa, Babinsa, atau Bhabinkamtibmas adalah langkah nyata mencegah peredaran narkoba di tingkat akar rumput.

Langkah preventif juga harus dimulai dari lingkup terkecil: keluarga. Menjauhkan anggota keluarga dari bahaya narkoba dan membantu pengguna mencari jalan rehabilitasi merupakan bentuk nyata kepedulian sosial.

Ke depan, pembentukan Posko Peduli Narkoba di setiap rukun tetangga bisa menjadi inisiatif masyarakat yang efektif. Gerakan kecil yang lahir dari kesadaran bersama akan memperkuat benteng sosial melawan ancaman narkoba.

Sekecil apa pun tindakan kita, kepedulian terhadap lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab moral dan kewarganegaraan untuk menjaga masa depan bangsa dari bahaya laten narkoba. []

Fajar Hidayat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com