Pesta Idul Fitri Mewah di Pendopo Gubernur Kalbar Tuai Kritik

PONTIANAK – Pesta yang digelar di Pendopo Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) pada perayaan Idul Fitri 1446 H menuai kontroversi dan kecaman publik. Banyak pihak menilai bahwa acara yang digelar dengan nuansa “open house” ini lebih terasa seperti pesta untuk relawan 02 dan bukan acara untuk seluruh masyarakat. Terlebih lagi, di tengah kesulitan ekonomi dan berbagai persoalan daerah yang belum terselesaikan, Ria Norsan selaku gubernur dinilai telah menunjukkan sikap yang tidak peka terhadap keadaan.

Menurut berbagai sumber, pesta tersebut dilakukan dengan kemewahan yang mencolok, sementara banyak kebutuhan dasar masyarakat yang masih belum terpenuhi. Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Kalbar, Herman Hofi Munawar, menilai bahwa dengan terpilihnya Ria Norsan sebagai gubernur, sudah seharusnya tidak ada lagi pembagian segmen masyarakat berdasarkan dukungan politik, seperti 01, 02, atau 03. Sebagai pemimpin, gubernur diharapkan bisa meleburkan semua pihak dan memimpin tanpa memihak.

“Seharusnya, setelah dilantik, tidak ada lagi kubu-kubu tersebut. Semua harus bersatu dan tidak ada sekat-sekat di masyarakat,” ujar Herman, Selasa (08/04/02025). Ia juga menyoroti bagaimana acara tersebut digelar di Pendopo Gubernur, menggunakan fasilitas pemerintah, sehingga menimbulkan spekulasi bahwa dana yang digunakan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), meskipun pelaksanaannya mengklaim menggunakan dana pribadi.

Namun, meskipun demikian, Herman tetap mengkritik acara tersebut dengan menyebutkan bahwa dalam situasi ekonomi yang sedang sulit, acara mewah semacam itu tidak pantas dilaksanakan. Ia menambahkan bahwa kondisi keuangan daerah yang tengah menghadapi persoalan besar seperti rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pengurangan transfer dana pusat, membuat masyarakat berhak mempertanyakan keabsahan sumber dana untuk acara tersebut.

Herman juga mengingatkan bahwa pesta semacam ini bisa memicu munculnya acara serupa di masa depan, yang tentu saja akan membebani keuangan daerah. Ia memperingatkan bahwa jika hal ini dibiarkan, maka masyarakat akan semakin merasakan ketidakadilan, terutama bagi mereka yang berada di daerah dengan kondisi serba kekurangan.

Lebih lanjut, kritik juga datang dari segi pelaksanaan janji kerja Norsan yang tertuang dalam 100 hari kerja, khususnya mengenai program pendidikan gratis untuk SMA dan SMK swasta. Menurut Herman, dengan situasi ekonomi yang ada, janji tersebut sulit terwujud karena membutuhkan peraturan daerah (perda) dan kajian yang matang. Ia mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada perhitungan anggaran yang jelas mengenai subsidi pendidikan, sehingga program tersebut lebih terlihat seperti janji kosong.

Herman menegaskan bahwa Gubernur Kalbar seharusnya lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan menuntaskan persoalan daerah daripada terjebak dalam euforia kemenangan politik. Ia berharap Norsan bisa belajar dari kritik yang ada dan lebih memperhatikan situasi serta kebutuhan rakyat secara keseluruhan, bukan hanya mengikuti tuntutan pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan.

“Sebagai pemimpin, Norsan harus lebih bijak dalam merespons kritik dan menyesuaikan tindakannya dengan situasi yang ada. Tidak seharusnya merasa terjebak dalam euforia yang justru bisa merugikan citra dirinya sebagai gubernur,” kata Herman menutup komentarnya. []

Redaksi03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com