KAYONG UTARA – Upaya menjaga keseimbangan pembangunan dengan kelestarian lingkungan kembali digelar di Kecamatan Sukadana. Pemerintah Kecamatan Sukadana bersama Yayasan Tropenbos Indonesia menyelenggarakan Forum Group Discussion (FGD) penyusunan Peta Indikatif Areal Nilai Konservasi Tinggi (ANKT) di Café Belafera, Sukadana, Kayong Utara, Jumat, (03/10/2025).
Forum yang menghadirkan Camat Sukadana, para kepala desa, hingga tokoh masyarakat ini digadang-gadang menjadi ruang diskusi penting untuk memetakan potensi dan tantangan konservasi. Namun, sejumlah pengamat menilai kegiatan ini lebih banyak bersifat simbolis dibanding langkah nyata perlindungan lingkungan di lapangan.
Camat Sukadana, Ismail UJ, menegaskan bahwa peta indikatif ANKT adalah instrumen strategis untuk memastikan pembangunan tetap ramah lingkungan.
“Kecamatan Sukadana memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Melalui kegiatan ini, kita berupaya mengidentifikasi, memetakan, serta melindungi areal bernilai konservasi tinggi agar bisa dikelola secara berkelanjutan. Harapan kami, hasil FGD dan verifikasi lapangan nantinya dapat menjadi dasar kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ucapnya.
Meski demikian, peta ANKT sendiri masih bersifat awal dan bukan penetapan hukum final, sehingga efektivitasnya untuk pengambilan keputusan nyata masih dipertanyakan. Ahli lingkungan menyoroti bahwa tanpa tindak lanjut konkret dan pengawasan ketat, peta ini bisa menjadi dokumen formalitas semata, sementara hutan dan lahan rentan terus menghadapi tekanan eksploitasi.
Selain memiliki nilai ekologis, kawasan ANKT disebut memiliki nilai ekonomi, mulai dari jasa ekosistem seperti air bersih, pengendali banjir, kesuburan tanah, udara sehat, hingga manfaat langsung bagi masyarakat melalui hasil hutan non-kayu dan potensi ekowisata. Namun, sebagian pengamat skeptis, menilai manfaat ekonomi yang digembar-gemborkan belum tentu terealisasi, terutama jika koordinasi dengan sektor usaha dan masyarakat tidak efektif.
Ismail menambahkan bahwa bagi dunia usaha, peta ini dapat menjadi pedoman untuk memenuhi standar sertifikasi internasional seperti RSPO dan FSC.
“Peta ANKT dapat menjadi acuan perusahaan dalam memenuhi standar sertifikasi internasional seperti RSPO dan FSC. Dengan begitu, selain membuka akses pasar global, juga menjaga reputasi usaha,” ungkapnya.
Sementara itu, Samsul Ulum, konsultan Yayasan Tropenbos Indonesia, menekankan perlunya kolaborasi semua pihak.
“Penyusunan peta tidak bisa dilakukan sepihak. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan mitra pembangunan sangat penting. Masukan dari desa dan tokoh masyarakat akan memastikan peta ini benar-benar sesuai kondisi lapangan,” jelasnya.
Diskusi berlangsung hangat dan dinamis, namun kritikus menilai masukan teknis dari desa belum dijamin akan diterjemahkan menjadi kebijakan konkrit. FGD di Sukadana ini, meski menjadi forum teknis, tetap menyisakan pertanyaan apakah komitmen bersama menjaga lingkungan benar-benar akan diwujudkan atau hanya berhenti pada wacana.
Harapannya, peta indikatif ANKT dapat menuntun arah pembangunan Sukadana agar tetap seimbang, terukur, dan berpihak pada kelestarian alam demi generasi mendatang. Namun, keberhasilan nyata tergantung pada implementasi yang tegas dan transparan, bukan sekadar forum dan dokumen awal. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan