Petani Mamolo Angkat Tangan, Produksi Rumput Laut Resmi Terhenti

NUNUKAN – Krisis tengah menghantam pesisir Mamolo, Kecamatan Nunukan Selatan. Sejumlah petani rumput laut di wilayah tersebut kini menghadapi masa paling sulit dalam beberapa tahun terakhir. Hasil panen anjlok, bibit rusak, dan harga jual di tingkat petani tak kunjung membaik. Namun, di tengah kesulitan ini, belum ada langkah nyata dari pemerintah daerah untuk turun langsung mencari solusi.

Kamaruddin, salah satu petani rumput laut di Mamolo, mengaku kondisi tersebut telah berlangsung berbulan-bulan dan membuat sebagian besar petani memilih menghentikan aktivitasnya. “Rumput laut sekarang tumbuhnya lambat dan cepat rusak sebelum panen. Banyak yang akhirnya menggantung tali karena hasilnya tidak sebanding dengan biaya,” ungkapnya, Jumat (31/10/2025).

Menurut Kamaruddin, rumput laut yang biasanya dapat dipanen dalam waktu tiga minggu kini membutuhkan waktu hampir dua kali lebih lama. Sebagian bibit bahkan gagal tumbuh dan mengering di laut. Petani menduga perubahan kualitas air laut, cuaca ekstrem, serta turunnya mutu bibit menjadi penyebab utama kerusakan ini.

Sayangnya, laporan mereka kepada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Nunukan tak mendapat respons berarti. Pemerintah seolah menutup mata terhadap penderitaan para petani yang selama ini menjadi penggerak ekonomi pesisir.
“Kalau mau tahu penyebab pastinya, harus diuji di laboratorium. Tapi sampai sekarang belum ada tindak lanjut,” keluhnya.

Keterbatasan bibit unggul juga menjadi masalah lain yang belum terselesaikan. Bibit lokal mulai habis, sementara bibit dari luar daerah berharga mahal dan belum tentu cocok dengan kondisi perairan Mamolo. Akibatnya, banyak petani memilih berhenti sementara sambil menunggu kejelasan bantuan atau kebijakan yang berpihak kepada mereka.

Di sisi lain, harga jual rumput laut kering di tingkat petani juga masih rendah. Saat ini, kisarannya hanya Rp14.000 hingga Rp16.000 per kilogram. Dengan hasil panen yang merosot tajam, keuntungan petani praktis tidak ada. Bahkan sebagian justru merugi karena biaya operasional yang tinggi.

Kamaruddin menegaskan bahwa para petani tidak menuntut bantuan uang. Mereka hanya mengharapkan perhatian dan tindakan konkret dari pemerintah daerah.
“Kami tidak minta bantuan uang, cukup bantu bibit dan cari tahu apa penyebab rumput laut tidak subur,” harapnya.

Rumput laut selama ini menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat pesisir Nunukan. Namun, dengan menurunnya produktivitas dan lemahnya respons pemerintah, sektor ini terancam lumpuh. Dampaknya bukan hanya pada nelayan dan petani, tetapi juga pada rantai ekonomi lokal yang bergantung pada hasil laut.

Minimnya riset lingkungan, lemahnya pengawasan kualitas perairan, serta absennya intervensi teknis pemerintah daerah memperlihatkan bahwa nasib petani rumput laut belum benar-benar menjadi prioritas pembangunan daerah. Jika kondisi ini terus dibiarkan, krisis ekonomi pesisir bukan lagi sekadar ancaman, melainkan kenyataan pahit yang kini sudah dirasakan langsung oleh masyarakat Mamolo. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com