NUNUKAN – Anjloknya harga rumput laut di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), membuat para petani budidaya kian terdesak. Tidak sedikit dari mereka terpaksa menjual perlengkapan usaha seperti perahu, mesin, tali bentangan, hingga fondasi budidaya demi memenuhi kebutuhan hidup.
Salah satu petani, Kamaruddin, warga Mamolo, mengaku mengalami kerugian berkelanjutan akibat rendahnya harga jual dan menurunnya mutu hasil panen rumput laut.
“Jadi harga rumput laut tingkat petani di Mamolo sekarang Rp10.000 per kilo, di Tanjung saya dengar sudah Rp8.000 per kilo. Tapi ini pun tergantung kadar kekeringan rumput laut,” kata Kamaruddin Jumat (16/05/2025), siang.
Ia menjelaskan bahwa kadar air dalam rumput laut sangat memengaruhi harga jual. Menurutnya, pabrik-pabrik di Makassar dan Surabaya hanya menerima rumput laut dengan kadar air maksimal 37–38 persen. Sementara produk dari petani lokal Nunukan kerap memiliki kadar air 42–43 persen.
“Dulu kadar rumput laut segitu bisa laku antara Rp30.000 sampai Rp40.000 per kilo. Sekarang jangan harap. Karena pasar yang tentukan,” ucapnya.
Kamaruddin berharap pemerintah daerah memberikan perhatian lebih terhadap persoalan kualitas tersebut. Ia menyoroti minimnya pemahaman petani dan pedagang mengenai kadar kekeringan yang dipersyaratkan pasar.
“Saya minta keterlibatan pemerintah daerah hadirkan narasumber yang betul-betul paham soal kadar rumput laut. Jangan kami dibiarkan main tebak-tebakan,” ujarnya.
Masalah lain yang turut disoroti ialah munculnya hama. Ia menduga penyebabnya tidak hanya faktor alam, melainkan juga bisa berasal dari limbah domestik maupun pertanian yang mencemari perairan.
Kamaruddin pun mendorong pemerintah untuk melakukan pengambilan sampel air guna mengetahui penyebab pasti gangguan tersebut.
Lebih lanjut, ia juga mengkritisi sistem penyaluran bantuan bibit yang selama ini hanya mengandalkan kelompok tani. Menurutnya, pola ini tidak efektif dan menyulitkan petani mandiri.
“Saya minta dibuatkan kebun bibit khusus yang dikelola sama yang betul-betul paham. Lalu, meskipun petani tidak tergabung dalam kelompok, tetap bisa beli bibit di situ,” tuturnya.
Ia menambahkan, diperlukan regulasi tegas terkait usia panen. Menurutnya, banyak petani yang memanen rumput laut sebelum mencapai usia ideal, sehingga berdampak pada kualitas dan harga jual.
“Kalau hasil pukat rumput laut dicampur sama panenan dari tali, kualitas pasti jatuh,” ungkap Kamaruddin.[]
Redaksi12
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan