KOTAWARINGIN TIMUR – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, memasuki momen penting dalam perjalanan organisasinya. Sabtu (21/06/2025), organisasi yang menaungi sekitar 6.000 guru ini menggelar konferensi kabupaten guna memilih ketua dan pengurus baru untuk masa bakti 2025–2030.
Lebih dari sekadar proses regenerasi kepengurusan, konferensi ini diharapkan menjadi titik tolak bagi pembaruan visi PGRI Kotim dalam memperjuangkan kesejahteraan serta peningkatan kompetensi para guru. Di tengah berbagai tantangan zaman, PGRI diharapkan mampu bertransformasi menjadi organisasi yang adaptif, solutif, dan berdaya saing. “Anggota kami sekitar enam ribu orang, dan organisasi ini membutuhkan sosok yang visioner. Saya pribadi belum mampu mengemban tanggung jawab sebesar itu,” ujar Kirno, Ketua Panitia Konferensi.
Kirno mengungkapkan, sejauh ini muncul empat nama yang ramai dibicarakan di internal PGRI Kotim sebagai kandidat ketua, yakni Asyari, A. Syantri, Mahbub, dan Falwi. Masing-masing tokoh dinilai memiliki potensi dan pengalaman yang dapat membawa kemajuan bagi organisasi.
Namun, ia menegaskan, bukan sekadar popularitas yang dibutuhkan, melainkan kekuatan gagasan serta komitmen nyata dalam memperjuangkan kepentingan anggota. “Siapa yang terpilih nanti akan sangat bergantung pada sejauh mana mereka mampu meyakinkan anggota tentang visi dan program kerja yang mereka tawarkan,” ucapnya.
Menurut Kirno, tantangan utama PGRI ke depan bukan lagi sekadar seremoni atau seruan moral, melainkan menghadirkan peran konkret dalam penguatan kapasitas guru. Apalagi, di era digital saat ini, kompetensi di bidang teknologi informasi menjadi kebutuhan mendesak. “Proses pengangkatan guru sekarang sudah berbasis digitalisasi. Kemampuan guru, terutama dalam penguasaan IT, sangat menentukan. PGRI harus menjadi ruang belajar sekaligus penggerak agar para guru kita tidak tertinggal,” tegasnya.
Kirno juga menyoroti pentingnya PGRI aktif dalam memberikan pelatihan, rekomendasi, dan advokasi, termasuk mendorong pemerintah daerah agar lebih memperhatikan kesejahteraan guru, baik di perkotaan maupun hingga pelosok desa. “Organisasi ini bukan sekadar simbol serikat. Ini rumah besar para guru. Kalau tidak bisa memperjuangkan kesejahteraan dan peningkatan kompetensi anggota, untuk apa ada PGRI?” pungkasnya. []
Admin 02
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan