PALANGKA RAYA — Pelaksanaan Motoprix Kotim Open Race 2025 di kawasan Taman Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), kini berbuntut panjang. Bukan soal adu kecepatan di lintasan, melainkan polemik perizinan yang menyeret aparat kepolisian ke ranah pelaporan hukum.
Ketua Penegak Hukum Rakyat Indonesia (PHRI) Kalimantan Tengah, Suriansyah Halim, secara resmi melaporkan pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan ajang balap motor tersebut. Sorotan utama tertuju pada izin keramaian yang disebut-sebut dikeluarkan oleh Polres Kotim, padahal kegiatan itu diklaim berskala nasional.
Ajang Motoprix tersebut diketahui diikuti pembalap dari luar Kalimantan Tengah, sehingga menurut Suriansyah, mekanisme perizinannya tidak bisa disamakan dengan kegiatan lokal.
“Seharusnya yang mengeluarkan izin itu Polda Kalteng, tapi polda tidak mengeluarkan, karena memang menyalahi aturan. Ini Polres Kotim yang mengeluarkan izin,” ujar Suriansyah Halim kepada Kalteng Pos saat ditemui di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Selasa (16/12/2025).
Tak hanya Kapolres Kotim, laporan tersebut juga mencantumkan sejumlah pejabat utama di lingkungan Polres Kotim. Mereka dinilai turut bertanggung jawab karena terlibat langsung dalam pengamanan kegiatan. “Kapolres kami laporkan, termasuk Kabag Ops, Kasat Lantas, Kasat Intel, Kasat Sabhara, dan Samapta, karena jajarannya terlibat dalam pengamanan,” katanya.
Suriansyah menegaskan, kegiatan tersebut tidak memenuhi ketentuan perizinan untuk acara berskala besar. Ia menyebut informasi yang diterimanya menunjukkan kehadiran belasan pembalap nasional. “Skalanya bukan skala kecil. Informasinya ada sekitar 12 pembalap nasional. Untuk kegiatan seperti itu, izin wajib dari Polda. Dari Polda sendiri mereka bilang tidak ada izin yang diterbitkan,” tegasnya.
Lebih jauh, pelaporan ini disebut sebagai upaya menguji konsistensi penegakan hukum, agar tidak menimbulkan kesan tebang pilih dalam penerapan aturan. “Kalau ada pelanggaran, siapa pun wajib mempertanggungjawabkan. Supaya jangan ada anggapan hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil,” katanya.
Ia juga menanggapi adanya klaim kesepakatan atau izin dari pihak tertentu yang disebut menjadi dasar pelaksanaan kegiatan. Menurutnya, kesepakatan semacam itu tidak bisa mengesampingkan aturan hukum yang berlaku. “Kesepakatan atau izin dari siapa pun tidak bisa mengalahkan undang-undang. Aturannya sudah jelas,” pungkasnya.
Suriansyah menyampaikan bahwa laporan tersebut telah dikirimkan ke berbagai institusi strategis, baik di tingkat pusat maupun daerah, sebagai bentuk kontrol publik terhadap penegakan hukum.
“Laporan sudah kami serahkan. Tujuan kami ke Presiden, Mendagri, Gubernur Kalteng, Ketua DPR RI, Ketua Komisi I dan Komisi III DPR RI, Ketua DPRD Kalteng, Ketua DPRD Kotim, Kapolri, Kabid Propam Mabes Polri, Kapolda, Kejaksaan Agung, Kejati, sampai Ketua KPK.”
Kasus ini kini menjadi sorotan publik, terutama terkait tata kelola perizinan event besar dan peran aparat dalam memastikan setiap kegiatan berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan