PM Lama Kembali, Prancis Jalan di Tempat

PRANCIS — Langkah Presiden Prancis Emmanuel Macron menunjuk kembali Sebastien Lecornu sebagai Perdana Menteri memunculkan gelombang kritik tajam dan tudingan bahwa istana telah kehilangan arah politik. Keputusan ini datang hanya empat hari setelah Lecornu mengundurkan diri, di tengah krisis politik yang telah membuat pemerintahan Macron terpuruk dalam kebuntuan selama berbulan-bulan.

Alih-alih menunjukkan pembaruan politik yang dijanjikan, Macron justru memilih langkah mundur dengan menghidupkan kembali sosok lama yang sebelumnya gagal mengatasi krisis anggaran dan gelombang penolakan publik terhadap kebijakan penghematan. Banyak pihak menilai keputusan itu sebagai simbol keputusasaan dan defisit ide di pucuk kekuasaan.

“Presiden republik ini telah mencalonkan Bapak Sebastien Lecornu sebagai perdana menteri dan menugaskannya untuk membentuk pemerintahan,” demikian pernyataan resmi dari Elysee Palace, Sabtu (11/10/2025).

Kekecewaan pun segera merebak dari berbagai kubu politik, baik pendukung maupun oposisi. Mereka berharap Macron berani menghadirkan figur baru yang bisa memulihkan kepercayaan publik, bukan sekadar mengutak-atik kursi kekuasaan. Krisis politik berkepanjangan yang dimulai sejak Macron menggelar pemilu mendadak tahun lalu kini tampak semakin parah.

Dalam pernyataan di media sosial X, Lecornu mengakui dirinya menerima penunjukan itu “karena kewajiban” dan menegaskan bahwa “kita harus mengakhiri krisis politik yang menyelimuti Prancis.” Ia berjanji akan melakukan “segala hak yang dimungkinkan” untuk menyusun anggaran negara sebelum akhir tahun dan memulihkan keuangan publik sebagai “prioritas untuk masa depan kita.”

Namun janji itu tidak serta-merta menenangkan publik. Banyak kalangan menilai penunjukan kembali ini justru memperpanjang siklus kegagalan. Lecornu bahkan memperingatkan calon anggota kabinetnya agar “mengabaikan ambisi kepresidenan” menjelang pemilu 2027, sebuah pesan yang dinilai sebagai sinyal ketakutan terhadap ancaman politik internal.

Macron sendiri, yang tengah menghadapi krisis domestik terburuk sejak masa awal kepresidenannya pada tahun 2017, belum berbicara langsung ke publik. Sikap diamnya justru memperkuat kesan bahwa ia telah kehilangan kendali atas dinamika politik nasional.

Dari kubu oposisi, suara kemarahan membahana. Pemimpin partai sayap kanan National Rally, Jordan Bardella, menyebut keputusan itu sebagai “lelucon buruk” dan berjanji segera mengupayakan pemungutan suara terhadap kabinet baru.
Sementara Partai Sosialis, yang menjadi kekuatan penentu di parlemen, menolak bergabung dengan pemerintahan Lecornu kecuali Macron mau membatalkan reformasi pensiun 2023 yang menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun.

Penunjukan kembali ini akhirnya mempertegas kesan bahwa Macron tidak sedang memimpin Prancis keluar dari krisis, melainkan sekadar menunda keruntuhan politiknya sendiri. Prancis, yang dulu dikenal stabil secara politik, kini justru terjebak dalam lingkaran stagnasi yang dibuat oleh pemimpinnya sendiri. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com